Ekonom: BI tersandera kebijakan fiskal dan perbankan yang kacau

Akar semua persoalan tersebut berasal dari kebijakan fiskal yang rapuh.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan. Foto: facebook.com/anthony.budiawan

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, kebijakan moneter Indonesia terjebak pada kondisi yang tak selaras antara kebijakan bank sentral dengan kebijakan fiskal pemerintah dan perbankan.

Sehingga, kebijakan moneter yang telah diambil oleh Bank Indonesia (BI) dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan hingga 3,75%, tidak akan berkontribusi banyak pada peningkatan perekonomian, pasalnya tingkat suku bunga kredit masih tinggi, yakni di kisaran 9,3%-10%.

Selain itu kebijakan burden sharing atau berbagi beban antara BI dan pemerintah, di mana BI diminta untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana, juga turut berkontribusi terhadap tak berdayanya kebijakan moneter dalam menggerakkan perekonomian.

"BI tersandera. Tidak bisa menurunkan suku bunga karena suku bunga kredit perbankan bertahan di 10%, dan BI juga disuruh untuk membeli surat utang di pasar perdana," katanya dalam webinar, Kamis (14/1).

Dengan tingkat suku bunga kredit perbankan yang tinggi, telah menghambat pertumbuhan kredit masyarakat, dan dengan demikian konsumsi juga tidak meningkat.