Fintech P2P lending: Perlu kolaborasi untuk lebarkan sayap

Kolaborasi dengan industri keuangan lain akan memperkuat permodalan fintech P2P lending.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Empat tahun belakangan, teknologi finansial (financial technology/fintech) semakin melaju di tengah masyarakat. Model bisnis peer to peer (P2P) lending yang mempertemukan antara pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) tumbuh semakin signifikan.

Teknologi keuangan via aplikasi daring ini, terus mengalami kenaikan dalam akumulasi penyaluran pinjaman. Termasuk, saat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sejak Maret lalu.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akumulasi jumlah penyaluran pinjaman saat awal pandemi jumlahnya sebesar Rp106,06 triliun, angka itu naik sebesar 185,54% (year on year/yoy). Kemudian, per Juni dan Juli 2020 penyaluran pinjaman secara akumulasi juga naik. Masing-masing mencapai Rp113,46 triliun, naik 153,23% (yoy) dan Rp116,97 triliun, naik 134,91% (yoy). Lalu pada Agustus 2020 akumulasinya mencapai Rp 121,87 triliun atau naik 122,74% (yoy). 

Data terbaru yang dicatat OJK per September 2020, akumulasi pinjaman secara nasional sudah mencapai Rp128,7 triliun, naik 113,05% (yoy). Di periode sama, akumulasi rekening borrower nasional mencapai 29,2 juta entitas, naik 103,46% (yoy). Sedangkan, akumulasi rekening lender keseluruhan sebanyak 681.632 entitas, naik 21,9% (yoy).

Karakteristik penyelenggara dan pengguna fintech P2P lending ini, tertinggi berdomisili di Jabodetabek (147 fintech lending), Surabaya (3 fintech lending), Bandung (2 fintech lending), dan sisanya hanya ada satu fintech lending di Lampung, Makassar, Badung (Bali) dan Yogyakarta.