IKM tekstil "babak belur" digempur pakaian impor

Berdasarkan data Indotextiles, IKM tekstil memproduksi sekitar 641.000 ton produk garmen pada 2020.

Ilustrasi. Foto Antara/Riza Harahap

Industri kecil dan menegah (IKM) tekstil mengalami penurunan penjualan. Hal ini karena pandemi Covid-19 dan produk impor yang membanjir pasar swalayan ataupun lokapasar (marketplace).

Analis Kebijakan Industri dan Perdagangan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi, mengatakan, praktik tersebut masif dilakukan, khususnya untuk produk pakaian jadi. Masuknya produk impor itu melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) niaga elektronik (e-commerce).

“Mereka masuk melalui PLB e-commerce. PLB ini tidak hanya tekstil saja, macam-macam produknya. Lebih ke produk konsumsi kebutuhan rumah tangga,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/4).

Aqil melanjutkan, seharusnya IKM dapat memproduksi pakaian jadi lantaran produsennya banyak. Berdasarkan data Indotextiles, produksi produk garmen IKM sekitar 641.000 ton pada 2020.

"Di Jawa Barat itu banyak sekali produksinya. Contohnya sentra rajut binong di Bandung. Mereka produksinya terus-menerus dan pekerjanya juga banyak. Miris ketika produknya tidak dapat bersaing dengan impor. Harganya jauh sekali, tetapi kualitas lebih baik dibandingkan produk impor," paparnya.