Indonesia masih aman dari krisis pangan, tetapi tetap harus hati-hati

Terlihat dari turunnya skor indeks Global Food Security Index (GFSI) dari level 62,6 (2019), turun ke level 59,5 (2020).

Ilustrasi food estate. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Belakangan isu krisis pangan menjadi kekhawatiran banyak negara termasuk Indonesia yang salah satu penyebabnya adalah konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.

Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO) Index Real per 22 Juli 2022, dunia pernah mengalami beberapa kali krisis pangan, yaitu di 1973 hingga 1975 karena adanya perang Arab dan Israel yang menyebabkan terjadinya gangguan pada produksi pertanian. Kemudian terjadi lagi di 2007 hingga 2008 yang menyebabkan 36 negara di dunia mengalami krisis pangan. Setelahnya harga pangan berangsur turun dan kembali naik di 2011 yang menjadikannya momen krisis pangan terbesar karena berhasil menumbangkan berbagai rezim di Timur Tengah dan Afrika Utara.

“Pada 2020 sampai 2022 terjadi kembali krisis pangan karena pandemic Covid-19 yang lonjakan harga pangannya melewati tiga krisis pangan sebelumnya,” kata Associated Researcher CORE Indonesia Dwi Andreas dalam pemaparannya di diskusi daring bertajuk Menjaga Pemulihan Domestik di Tengah Potensi Resesi Global, Rabu (27/7).

Secara rinci, Andreas menjelaskan, kondisi pangan dunia pascapandemi Covid-19, adanya perang Rusia-Ukraina, juga disertai perubahan ilkim saat ini. Untuk itu, ia memprediksi akan terjadi penurunan produksi serelia sebanyak 0,6% dibanding tahun lalu yaitu 2.809.7 juta ton menjadi 2.791 juta ton.

“Produksi gandum turun 1,0% dari 778,3 juta ton menjadi 770,3 juta ton karena kekeringan di Uni Eropa, peningkatan produksi di Kanada dan Australia karena iklim yang mendukung,” imbuh Andrea.