sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia masih aman dari krisis pangan, tetapi tetap harus hati-hati

Terlihat dari turunnya skor indeks Global Food Security Index (GFSI) dari level 62,6 (2019), turun ke level 59,5 (2020).

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Rabu, 27 Jul 2022 17:28 WIB
Indonesia masih aman dari krisis pangan, tetapi tetap harus hati-hati

Belakangan isu krisis pangan menjadi kekhawatiran banyak negara termasuk Indonesia yang salah satu penyebabnya adalah konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.

Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO) Index Real per 22 Juli 2022, dunia pernah mengalami beberapa kali krisis pangan, yaitu di 1973 hingga 1975 karena adanya perang Arab dan Israel yang menyebabkan terjadinya gangguan pada produksi pertanian. Kemudian terjadi lagi di 2007 hingga 2008 yang menyebabkan 36 negara di dunia mengalami krisis pangan. Setelahnya harga pangan berangsur turun dan kembali naik di 2011 yang menjadikannya momen krisis pangan terbesar karena berhasil menumbangkan berbagai rezim di Timur Tengah dan Afrika Utara.

“Pada 2020 sampai 2022 terjadi kembali krisis pangan karena pandemic Covid-19 yang lonjakan harga pangannya melewati tiga krisis pangan sebelumnya,” kata Associated Researcher CORE Indonesia Dwi Andreas dalam pemaparannya di diskusi daring bertajuk Menjaga Pemulihan Domestik di Tengah Potensi Resesi Global, Rabu (27/7).

Secara rinci, Andreas menjelaskan, kondisi pangan dunia pascapandemi Covid-19, adanya perang Rusia-Ukraina, juga disertai perubahan ilkim saat ini. Untuk itu, ia memprediksi akan terjadi penurunan produksi serelia sebanyak 0,6% dibanding tahun lalu yaitu 2.809.7 juta ton menjadi 2.791 juta ton.

“Produksi gandum turun 1,0% dari 778,3 juta ton menjadi 770,3 juta ton karena kekeringan di Uni Eropa, peningkatan produksi di Kanada dan Australia karena iklim yang mendukung,” imbuh Andrea.

Produksi biji-bijian kasar (coarse grains) juga dilihat akan menurun 0,5%, yaitu 2021 produksi sebanyak 1.508.8 juta ton turun menjadi 1.500.7 juta ton di 2022.

Terkait minyak nabati, produksinya akan mengalami kenaikan menjadi 643.07 juta ton di tahun depan yang sebelumnya pada 2021-2022 tercatat 600.33 juta ton. Hal ini yang akan memengaruhi harga jual minyak nabati menurun terus menerus hingga 2023. Sedangkan pada minyak sawit dunia saat ini mengalami penurunan yang sangat tajam akibat kebijakan pemerintah Indonesia untuk menutup ekspor dan kemudian membuka lagi disertai program akselerasi ekspor.

“Untuk produksi kedelai akan naik dari 352,74 juta ton di 2021/2022 menjadi 391.40 juta ton pada 2022/2023,” jelas Andrea.

Sponsored

Lebih lanjut, Andrea menyampaikan terkait harga beras yang akan relatif naik tinggi mulai Agustus 2022 hingga Januari 2023, jika panen padi musim kemarau terganggu.

Andreas pun menyimpulkan, meskipun ketahanan pangan nasional masih terbilang aman, namun posisinya terus melemah. Ini terlihat dari turunnya skor indeks Global Food Security Index (GFSI) dari level 62,6 (2019), turun ke level 59,5 (2020), dan kembali turun di level 59,2 (2021).

“Dan ini jadi catatan penting, di isu natural resources dan resilience Indonesia berada di urutan terbawah yaitu 113 dari 113 negara,” pungkasnya. 

Berita Lainnya
×
tekid