Jumlah keluarga petani cenderung menurun

Reforma agraria yang tujuannya menegakkan keadilan agraria belum terwujud. Adidaya korporasi pertanian perkebunan masih tak tergoyahkan.

Seeorang petani merontokkan padi dengan alat tradisional di area persawahan, di Jorong Koto Tuo, Nagari Balai Gurah, Kecamatan IV Angkek, Agam, Sumatera Barat./AntaraFoto

Model pembangunan pertanian dan pedesaan yang kapital neoliberal dan berorientasi ekspor telah menggusur keluarga petani dari dunia pertanian.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, hal itu dapat dilihat dari menurunnya jumlah keluarga petani sebanyak 5,04 juta keluarga tani. Dari 31,17 juta keluarga per 2003 menjadi 26,13 juta keluarga per 2013. Artinya jumlah keluarga tani mengalami penyusutan rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun dan berkembangnya korporasi pertanian.

Disisi lain, upaya yang dilakukan pemerintah belum menunjukkan suatu kemajuan yang berarti. Reforma agraria yang tujuannya menegakkan keadilan agraria belum terwujud. Adidaya korporasi pertanian perkebunan masih tak tergoyahkan. 

Terlebih, rencana distribusi tanah melalui reforma agraria membagikan tanah 9 juta hektar dan 12,7 juta hektar areal kehutanan belum berjalan. Justru sebaliknya sistem pertanian yang membuat petani semakin termarginalkan terus saja berlangsung.

SPI juga meminta kepada pemerintah segera melaksanakan reforma agraria. Memastikan orang yang tak bertanah atau buruh pertanian dan perkebunan menjadi petani. Pemerintah juga harus membangun sistem pertanian agroekologis yang mencegah terjadinya perburuhan dan membangun kedaulatan pangan, membangun koperasi pertanian bukan korporasi pertanian. Juga meninjau kembali atau keluar dari segala bentuk perjanjian liberalisasi perdagangan dan investasi yang melanggengkan penindasan perburuhan dan kaum tani.