Kasus Jiwasraya, pukulan berat bagi industri investasi

Kinerja industri reksa dana tahun ini diperkirakan akan lebih buruk dibandingkan tahun 2019.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Industri investasi menjadi sorotan setelah 13 perusahaan manajer investasi (MI) dan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Kasus ini bermula ketika Jiwasraya berinvestasi saham dan reksa dana, yang kemudian dikelola oleh 13 MI. Investasi reksa dana tersebut, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai harga pembeliannya mencapai Rp 12,7 triliun.

Dalam keterangannya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan produk asuransi yang dibundel investasi, JS Saving Plan menjadi biang kerok permasalahan pada periode 2012-2017, hingga akhirnya benar-benar mengalami gagal bayar pada Oktober 2018.

Pada 2012-2017 Jiwasraya belum mengalami gagal bayar, tapi sejak 2017 terjadi peningkatan signifikan jumlah kewajiban dan klaim karena terbebani oleh produk JS Saving Plan, yang saat itu menjanjikan bunga pasti (fixed rate) dan pernah mencapai 10% atau jauh di atas rata-rata bunga deposito.

“Ketika saya masuk Jiwasraya pada 27 Agustus 2018, kondisi keuangan Jiwasraya sudah sangat memprihatinkan dengan rugi Rp4,1 triliun belum diaudit (unaudited) per Juni 2018,” kata Hexana dikutip Antara, Kamis (2/7).