Kedelai mahal, Puskopti persoalkan tata niaga pemerintah

"Sekarang jika fluktuasi harga kedelai tidak diatur, maka akan ada kenaikan yang tanpa aturan," tegas Sutaryo.

Pengrajin menggiling kedelai impor sebelum diolah menjadi tempe di gudang Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Sanan, Kota Malang, Jatim, Rabu (5/9/2018). Foto Antara/Ari Bowo Sucipto

Pengrajin tahu tempe di sejumlah daerah melakukan mogok produksi selama tiga hari pada awal pekan ini (Senin-Rabu, 21-23/2). Langkah ini ditempuh menyusul mahalnya harga bahan baku, kedelai.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta, Sutaryo, berharap, aksi mogok produksi membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) turun tangan dengan melakukan intervensi. Pangkalnya, harga kedelai sekarang menembus Rp12.000 per kilogram (kg), yang biasanya produk impor dijual Rp9.500-Rp10.000/kg.

Menurutnya, harga kedelai di Indonesia kerap melonjak karena belum swasembada atau produksi nasional di bawah kebutuhan. Imbasnya, defisitnya selalu ditambal kedelai impor.

"Kita ketergantungan impor terlalu besar. Pemenuhan kebutuhan hampir 90% [dari] impor, sementara di dalam negeri enggak ada [barangnya]," ucapnya kepada Alinea.id, Selasa (22/2).

Faktor berikutnya, "perilaku" perdagangan kedelai dikontrol pasar. "Jadi, klik harga hari ini naik, besok naik. Perilaku itu dinaikkan juga di Indonesia. Jadi, barang di Indonesia pun naik," ungkapnya.