Kewalahan stabilikan harga pangan, NTB berharap solusi dari Bapanas

NTB mengalami surplus produksi beras dan jagung. Persoalan utama yang dihadapi ialah pada penyerapan yang tidak optimal.

Gedung Bulog. Foto Bulog

Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat (DKP NTB) mengaku kewalahan mengatasi stabilisasi pasokan dan harga pangan di wilayah itu. DKP NTB berharap, Badan Pangan Nasional atau Bapanas (National Food Agency/NFA), termasuk Bulog, mencari jalan keluar saat surplus produksi pangan, khususnya gabah dan jagung, yang diikuti harga jatuh.

Menurut Kepala Dinas DKP NTB, H. Abdul Azis, tantangan terberat dalam mengatasi stabilisasi pasokan dan harga pangan ialah kerap kali harga gabah dan jagung jatuh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) pada saat musim panen raya.

"Kepada para pengambil kebijakan, kondisi seperti ini harus dipikirkan. Gabah dan jagung ini pada saat panen raya di Sumbawa selalu ribut, harganya jatuh di bawah HPP. Dan kebanyakan (petani) menyalahkan kita," ujar Abdul Azis dalam Alinea Forum bertajuk "Orkrestasi NFA Dalam Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan" secara daring, Jumat (9/12).

Azis menuturkan, berdasarkan prognosa ketersediaan beras di Provinsi NTB per hari Senin (5/12), sampai Oktober 2022, produksi beras mencapai 1.344.785 ton. Jika dihitung susut dan lainnya, beras cukup untuk konsumsi 11 bulan ke depan.

"Pada tahun 2022, itu diprediksi sampai Desember 1,4 juta ton sekian produksi beras. Kebutuhannya 650.546 ton, cukup untuk 9 bulan ke depan. Artinya sampai panen berikutnya, stok beras NTB masih aman," kata Aziz.