Menghijaukan momen sakral dengan pernikahan ramah lingkungan

Hajatan pernikahan bisa dilakukan dengan perencanaan matang dari sisi dekorasi, hingga menyajikan porsi makanan yang tepat.

Ilustrasi Alinea.id/Debbie Alyuwandira.

Tanpa panggung nan megah, Nabilah Kushafliky menghelat pernikahannya dengan sang suami di ballroom salah satu hotel di Jakarta Selatan. Hanya ruangan bernuansa putih-krem namun tetap terlihat cantik dengan hiasan bunga-bunga lokal segar, bunga kering, daun hijau tiruan, serta beberapa ornamen kayu. 

Kedua mempelai pun sepakat untuk menghias mahar dan seserahan mereka menggunakan kotak kayu yang dihias dengan bunga kering, bunga dari kulit jagung, dan kain linen putih. Sejak merancang acara lamaran, perempuan 26 tahun ini sudah memikirkan gunungan sampah dari perhelatan sekali seumur hidup itu. Dia tak ingin bunga-bunga di acara lamaran hanya dipakai sebagai dekorasi selama 3-4 jam saja. 

Alih-alih dibuang begitu saja usai acara, bunga-bunga itu harus memiliki waktu hidup lebih lama. Salah satunya dengan dirangkai ulang atau dikeringkan untuk kemudian dibagikan kepada keluarga, sanak saudara, maupun teman. 

“Dari acaraku saja yang dari pukul 4-6 sore, itu sampahnya ada 30 kiloan dan itu mostly dari floral foam. Padahal floral foam itu kan sampah spesial yang enggak masuk di sampah organik, anorganik, atau B3. Enggak bisa didaur ulang pula,” kata Founder Sedari Sedari, komunitas yang bergerak di bidang lingkungan dan Pendidikan itu, beberapa waktu lalu.