close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi hujan./ wal_172619/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi hujan./ wal_172619/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Lingkungan
Kamis, 23 Oktober 2025 13:19

Ancaman mikroplastik yang jatuh dari langit

Air hujan yang mengandung mikroplastik dikhawatirkan bakal mengganggu kesehatan manusia.
swipe

Beberapa hari lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan, air hujan yang turun dari langit Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya. Asalnya dari aktivitas manusia di perkotaan.

Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, yang berasal dari produk seperti kosmetik atau pecahan barang plastik yang lebih besar.

Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova mengatakan, penelitian yang dilakukan sejak 2022 menemukan keberadaan mikroplastik dalam setiap sampel air hujan yang diambil di Jakarta.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pada pakaian, debu kendaraan dan ban, pembakaran sampah plastik, dan degradasi plastik di lingkungan terbuka,” kata Reza di Jakarta, Kamis (17/10), dikutip dari situs BRIN.

Reza menjelaskan, mikroplastik yang ditemukan sebagian besar berupa serat sintetis dan pecahan plastik kecil, didominasi polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, dan polibutadiena dari ban kendaraan bermotor. Rata-rata, sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari ditemukan dalam sampel hujan yang diambil di sepanjang pesisir Jakarta.

"Langit Jakarta mencerminkan perilaku orang-orang di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, dan sampah yang kita bakar sesuka hati—semuanya kembali kepada kita dalam bentuk yang lebih kecil, tetapi jauh lebih berbahaya," ujar Reza. 

Apa pun yang naik, pasti akan turun

“Hujan asam adalah contoh nyata dari pepatah ‘apa yang naik, pastik akan turun’. Dalam kasus ini, yang turun jauh lebih berbahaya daripada yang naik, merusak pepohonan, tanaman, danau air tawar, ikan, bahkan pariwisata,” ujar mantan Senator Colorado, Gary Hart pada 1979, menanggapi fenomena hujan asam pada 1970-an, dikutip dari Vox.

Ketika itu, hujan asam menjadi salah satu ancaman lingkungan paling serius di Amerika Utara dan Eropa. Udara dipenuhi polusi dari pembangkit listrik tenaga batu bara dan mobil, hingga hujan berubah menjadi beracun.

Beberapa dekade setelahnya, hujan asam perlahan menghilang. Sekitar 1990, Amerika Serikat dan Eropa menerapkan undang-undang lingkungan yang ketat untuk membatasi emisi polutan penyebab asam, seperti sulfur dioksida dan nitrogen oksida dari pembangkit listrik.

Kini, muncul masalah baru yang mungkin lebih berbahaya dan nyaris mustahil dicegah: hujan mikroplastik, seperti yang juga terjadi di Jakarta.

Ilustrasi sampah botol plastik./Foto pasja1000/Pixabay.com

Tak hanya di perkotaan, hujan mikroplastik bahkan ditemukan di wilayah pegunungan terpencil. Tahun 2019, beberapa peneliti mencatat tingkat harian 365 partikel mikroplastik per meter persegi jatuh dari langit di Pegunungan Pyrenees di Prancis selatan. Penelitian mereka terbit di jurnal Nature Geoscience pada 2019.

Anehnya, tak ada sumber mikroplastik yang jelas dalam radius 100 kilometer dari lokasi penelitian. “Mikroplastik adalah polutan atmosfer baru,” kata peneliti di EcoLab di Toulouse, Prancis sekaligus salah satu penulis studi, Deonie Allen, dikutip dari National Geographic.

Beberapa penelitian memang menemukan air hujan mengandung mikroplastik di berbagai belahan dunia, termasuk daerah terpencil. Misalnya, penelitian yang terbit di jurnal Science tahun 2020 menemukan, ada mikroplastik di air hujan yang jatuh di taman nasional dan kawasan hutan belantara di Amerika bagian barat. Sebagian besar berupa serat mikro yang berasal dari pakaian sintetis atau karpet mobil.

Ahli biogeokimia dari Utah State University, Janice Brahney yang memimpin penelitian tersebut mengatakan, sumber terbesar mikroplastik di udara adalah jalan raya. Sisa-sisa plastik dari ban, cat marka jalan, dan sampah kendaraan terurai menjadi partikel halus yang ringan dan mudah terbawa angin. Setelah mengudara, partikel itu turun bersama hujan.

Sumber lainnya adalah lautan. Setiap tahun, jutaan ton plastik masuk ke laut dan terurai menjadi partikel mikro. Saat ombak menghantam pantai atau gelombang air laut pecah, partikel-partikel kecil itu terlempar ke udara.

“Hujan plastik jauh lebih sulit ditangani daripada hujan asam,” kata Brahney, dikutip dari Vox.

“Kalau hujan asam bisa berhenti ketika kita menghentikan emisi penyebabnya, siklus mikroplastik tidak bisa dihentikan. Ia sudah menjadi bagian dari sistem Bumi.”

Menurut Plastic Collective, plastik dari produk-produk seperti kantong plastik, botol, alat pancing, pakaian sintetis, dan kosmetik terurai dan bercampur dengan air di lingkungan, membentuk partikel yang sangat kecil, disebut mikroplastik.

Ada sifat air yang disebut adhesi, yang merupakan daya tarik molekul air ke berbagai zat. Pada dasarnya, air menempel pada partikel plastik. Mikroplastik kemudian terpapar siklus air melalui penguapan.

“Dan tentu saja, apa yang naik, pasti akan turun. Menyebabkan hujan mikroplastik,” tulis Plastic Collective.

Untuk menebak berapa banyak plastik di langit, sangat sulit. Sebab, tak ada cara untuk mengukurnya. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan Janice Brahney dan koleganya menyebut, lebih dari 1.000 metrik ton per tahun diperkirakan mikroplastik akan “jatuh”dari hujan, di wilayah selatan dan barat tengah Amerika Serikat.

“Studi lain, yang mengonversi angka ini, memperkirakan setara dengan 120 juta botol air plastik akan jatuh dari langit dalam bentuk hujan setiap tahun,” tulis Plastic Collective.

Seberapa bahaya?

Ilustrasi sampah di laut. Freepik

BRIN menyebut, temuan adanya hujan mikroplastik di Jakarta menimbulkan kekhawatiran karena partikel ini sangat kecil, sehingga mudah terhirup atau masuk ke tubuh lewat air dan makanan. Plastik juga mengandung zat aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat larut ke lingkungan ketika terurai menjadi ukuran mikro atau nano.

“Paparan mikroplastik dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, termasuk stres oksidatif, gangguan hormonal, dan kerusakan jaringan. Dari perspektif lingkungan, air hujan yang terkontaminasi mikroplastik dapat mencemari air permukaan dan air laut, serta pada akhirnya memasuki rantai makanan,” tulis BRIN.

Vox menulis, air hujan bisa masuk ke tanah, sungai, atau waduk yang menjadi sumber air kota. Instalasi pengolahan air memang mampu menyaring sebagian besar mikroplastik, tetapi tidak sepenuhnya. Misalnya, studi di Prancis yang terbit awal 2025 menemukan mikroplastik dalam air minum kemasan dan air keran.

Para ilmuwan memang belum sepenuhnya memahami dampak terhadap kesehatan manusia. Namun, studi yang terbit pada Februari 2025 menduga, mikroplastik terkait dengan kanker, penyakit jantung dan ginjal, serta Alzheimer.

“Sejujurnya, saya menangis karena tidak ada jalan kembali,” kata Brahney kepada Vox.

“Partikel-partikel ini tidak terurai dalam waktu yang bisa kita bayangkan. Artinya, kita benar-benar tidak bisa lepas darinya.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan