Menghitung keuntungan investasi digital

Investasi digital tidak membutuhkan modal yang besar, bisa dimulai dari Rp5.000.

Ilustrasi. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Beberapa tahun belakangan, digitalisasi keuangan semakin masif di Indonesia, tak terkecuali layanan investasi. Platform digital yang menyediakan layanan investasi pun semakin menjamur. Beragam produk investasi mulai dari deposito, saham, reksa dana, surat utang atau obligasi, hingga emas kian banyak ditawarkan. Hal ini semakin memicu pertumbuhan investor baru.

Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat jumlah investor pasar modal dalam negeri yang meliputi saham, reksa dana, dan surat berharga negara (SBN) mencapai 2,48 juta orang (Single Investor Identification/SID) pada 2019. Angka ini naik 53,41%, cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Bisa dipastikan angka ini makin besar bila nasabah deposito dan pemilik emas turut serta dalam hitungan.

Tercatat, peningkatan terbesar terjadi pada investor reksa dana yaitu dari 995.510 pada 2018 menjadi 1.768.465 pada 2019 atau meningkat hingga 77,65%. Di bawah reksa dana, ada instrumen saham yang memiliki 1,10 juta investor dan SBN yang memiliki 316.130 investor.

Meski naik, namun jumlah investor-investor ini masih jauh lebih rendah dari total penduduk Indonesia tahun 2019 yang sebesar 266,91 juta jiwa berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) Badan Pusat Statistik (BPS).

Dwi Darmawan (24) adalah satu dari 2,4 juta pemegang SID di Indonesia. Dia baru mencicipi investasi ritel sejak awal Januari lalu. Sebagai pemula, dirinya menjajal segala macam instrumen, mulai dari saham, reksa dana, SBN, hingga emas.