sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menghitung keuntungan investasi digital

Investasi digital tidak membutuhkan modal yang besar, bisa dimulai dari Rp5.000.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Rabu, 29 Jul 2020 16:32 WIB
Menghitung keuntungan investasi digital

Beberapa tahun belakangan, digitalisasi keuangan semakin masif di Indonesia, tak terkecuali layanan investasi. Platform digital yang menyediakan layanan investasi pun semakin menjamur. Beragam produk investasi mulai dari deposito, saham, reksa dana, surat utang atau obligasi, hingga emas kian banyak ditawarkan. Hal ini semakin memicu pertumbuhan investor baru.

Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat jumlah investor pasar modal dalam negeri yang meliputi saham, reksa dana, dan surat berharga negara (SBN) mencapai 2,48 juta orang (Single Investor Identification/SID) pada 2019. Angka ini naik 53,41%, cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Bisa dipastikan angka ini makin besar bila nasabah deposito dan pemilik emas turut serta dalam hitungan.

Tercatat, peningkatan terbesar terjadi pada investor reksa dana yaitu dari 995.510 pada 2018 menjadi 1.768.465 pada 2019 atau meningkat hingga 77,65%. Di bawah reksa dana, ada instrumen saham yang memiliki 1,10 juta investor dan SBN yang memiliki 316.130 investor.

Meski naik, namun jumlah investor-investor ini masih jauh lebih rendah dari total penduduk Indonesia tahun 2019 yang sebesar 266,91 juta jiwa berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) Badan Pusat Statistik (BPS).

Dwi Darmawan (24) adalah satu dari 2,4 juta pemegang SID di Indonesia. Dia baru mencicipi investasi ritel sejak awal Januari lalu. Sebagai pemula, dirinya menjajal segala macam instrumen, mulai dari saham, reksa dana, SBN, hingga emas.

“Dulu kan suka manjain diri beli gadget (gawai), fesyen, dan lain-lain. Sekarang mulai quarter life crisis, kepikiran terus gimana ya beli rumah nanti? Ya sudah sekarang nyicil-nyicil investasi saja dulu,” ungkapnya ketika berbincang dengan Alinea.id, Kamis (23/7).

Pria yang berprofesi sebagai guru les privat ini menyisihkan Rp1-2 juta tiap bulannya atau sekitar 30% dari penghasilannya untuk berinvestasi.

“Kalau gue ngekos, mungkin cuma Rp500.000 tiap bulannya. Karena masih sama keluarga, gue bisa investasi segitu. Gue sadar kedepannya inflasi semakin berat,” ujarnya.

Sponsored

Untuk mengembangbiakkan uangnya, Dwi lebih memilih platform digital lantaran kepraktisannya. Cukup dengan menyentuh telepon pintarnya saja, dia bisa berinvestasi kapan saja di mana saja. Rekam jejak dan aspek keramahan terhadap pengguna (user friendly) menjadi pertimbangannya dalam memilih platform.

Saat ini, Dwi memegang portofolio investasi yang didominasi oleh emas, baik fisik maupun non fisik (digital). Tiap bulan, dia membeli 0,5–1 gram emas bersertifikat LBMA (London Bullion Market Association) dari PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) karena dapat diperjualbelikan secara internasional. Sisa anggaran investasi digunakannya untuk membeli emas digital karena harganya yang sangat terjangkau. Semua transaksi dilakukannya secara digital.

“Ketika jatuh-jatuhnya harga saham, ibaratnya emas kayak penahan. Misalnya saham lagi rugi, emas enggak akan goyah dan kekal terhadap fluktuasi harga. Ibaratnya tiap tahun pasti stabil, kalau pun turun enggak drastis,” jelasnya.

Ilustrasi logam mulia. Pixabay.

Setelah emas, dia juga menyisihkan dananya untuk membeli produk reksa dana. Alasannya, dana yang ditempatkannya sudah dikelola oleh manajer investasi, sehingga tak perlu repot mengelolanya sendiri.

Untuk instrumen ini, Dwi memilih jenis reksa dana pasar uang karena menawarkan bunga yang lebih tinggi dari deposito, namun dapat dicairkan kapan saja. Kemudian, keuntungan dan total dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) yang tinggi juga menjadi pertimbangannya.

“Reksa dana gue anggap kayak celengan ayam. Gue dulu mungkin mikir nabungnya di celengan ayam. Sekarang celengan digital ayam gua di reksa dana,” ungkapnya.

 
Namun, enam bulan sejak pertama kali berinvestasi, ia mengaku masih mendapat imbal hasil yang sedikit. Warga Jakarta Timur ini pun terus bertekad menyisihkan dana investasinya sedikit demi sedikit. Dia meyakini nilai investasinya akan berlipat ganda di masa depan.

“Kenapa enggak dari dulu nyadar sejak awal kuliah, ya? Coba kalau dari awal kuliah main reksa dana, mungkin sudah kekumpul puluhan juta,” selorohnya.

Cukup Rp5.000 untuk minimal investasi

Saat ini banyak platform digital yang menawarkan layanan keuangan. Salah satunya adalah fitur “Tokopedia Keuangan” besutan PT Tokopedia yang telah diluncurkan sejak akhir 2016 silam.

Vice President Financial Technology Tokopedia Vira Widiyasari menjelaskan pihaknya merambah layanan ini lantaran ingin memperluas akses investasi masyarakat Indonesia. Sebelumnya, investasi dianggap sebagai sesuatu yang membutuhkan modal besar.

“Sebetulnya literasi tentang investasi maupun layanan keuangan di Indonesia relatif rendah. Dan Tokopedia akan terus mengambil bagian untuk mendorong dan berbagi pentingnya memulai investasi sedini mungkin lewat platform digital dengan konsumen kami,” ungkapnya melalui telekonferensi, Rabu (22/7).

Tokopedia sendiri menawarkan dua instrumen investasi yaitu Tokopedia Reksa dana dan Tokopedia Emas. Untuk produk reksa dana, Tokopedia bekerja sama dengan Bareksa sebagai Agen Penjual Efek Reksa dana (APERD). Sementara untuk layanan emas digital, Tokopedia menggandeng PT Pegadaian (Persero) yang berpengalaman dalam penyimpanan dan penitipan emas. Vira menjamin segala transaksi telah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Terdapat dua produk reksa dana yang ditawarkan oleh Tokopedia yaitu Mandiri Pasar Uang Syariah Ekstra (MPUSE) dan Syailendra Dana Kas (SDK). Dengan dana minimal Rp10.000, pengguna Tokopedia bisa berinvestasi di produk reksa dana. Nilai investasi ini lebih murah dari secangkir kopi di kedai kopi kekinian yang di atas Rp30.000. 

Hingga Jumat (24/7), MPUSE memiliki tingkat imbal hasil 5,194% per tahun, sedangkan SDK memiliki imbal hasil 6,322% per tahun. Adapun instrumen emas digital bisa didapatkan dengan minimal investasi lebih terjangkau, yakni Rp5.000.

Tak hanya itu, investor dapat menabung emas tiap kali bertransaksi melalui marketplace (lokapasar) Tokopedia dengan pembulatan (round up) minimal Rp500.

“Kami ingin mengajak semua user (pengguna) Tokopedia supaya nabungnya bisa rutin dan investasi itu enggak perlu banyak duit dulu. Sekarang, semua orang sudah bisa mulai berinvestasi dari jumlah yang sangat kecil sekalipun,” tambahnya.
 
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
 
Tokopedia menyediakan layanan melalui transfer bank, dompet digital, akun virtual, hingga pembayaran di gerai. Tokopedia sendiri telah memiliki lebih dari 50 saluran pembayaran yang dapat dimanfaatkan oleh para penggunanya. Layanan tercepat benar-benar terbukti dengan proses transaksi hanya perlu menunggu hitungan menit, bahkan detik.

“Begitu beli langsung ke reflect (tercatat), enggak perlu menunggu. Mau libur, tanggal merah, atau weekend bisa. Jual juga bisa langsung real time (waktu sebenarnya). Langsung masuk ke saldo customer Tokopedia,” katanya.

Pihaknya juga kerap melakukan kampanye dan edukasi mengenai investasi, baik melalui sharing session maupun program kampanye untuk mendorong lebih banyak orang berinvestasi. 

Melihat perkembangan investasi di platform daring, Kepala Riset Investasi Infovesta Wawan Hendrayana berpendapat perkembangan teknologi digital idealnya membuat investasi semakin terjangkau, transparan, dan mudah dilakukan. Menurutnya, perkembangan teknologi yang ada menjadi momentum baik bagi perkembangan pasar modal nasional.

“Kalau investasi memang mudah, transparan, dan terjangkau sudah sewajarnya ini jadi budaya masyarakat. Masyarakat yang literasi keuangannya baik, harus berinvestasi,” katanya melalui sambungan telepon, Kamis (24/7).

Dia menambahkan platform digital sangat berperan dalam meningkatkan jumlah investor domestik. Bahkan, dia menilai jumlah dana yang dihimpun dalam instrumen investasi akan semakin besar seiring dengan semakin berkembangnya usia generasi Z dan milenial.

Tips investasi kala pandemi

Di sisi lain, Pendiri OneShildt Financial Planning Risza Bambang menyarankan alokasi keuangan dengan formula 50:30:10:10 yakni 50% biaya hidup, 30% cicilan kredit, 10% investasi, dan 10% proteksi diri atau keluarga.

Bila tak memiliki cicilan, alokasi 30% tersebut bisa dialihkan untuk investasi. Menurutnya, investasi dapat digunakan sebagai dana hari tua maupun keperluan lainnya seperti dana pendidikan anak dan lainnya. Risza menyarankan instrumen investasi yang memiliki keuntungan rendah atau menengah untuk investasi jangka pendek seperti surat utang, deposito, dan emas. Sementara instrumen yang memiliki imbal hasil tinggi seperti saham, reksa dana saham, dan properti lebih sesuai untuk investasi jangka panjang.

 
Dalam menentukan jenis reksa dana yang dipilih, Wawan mengatakan bahwa itu tergantung pada tujuan investasi investor. Reksa dana saham lebih cocok untuk investasi jangka panjang dan investor dengan profil yang agresif.

Untuk investasi jangka menengah, Wawan menyebut reksa dana pendapatan tetap lebih sesuai lantaran memiliki resiko lebih rendah. Bila menginginkan keuntungan yang lebih tinggi dari deposito namun likuid seperti tabungan, reksa dana pasar uang merupakan pilihan yang tepat.

Sementara untuk instrumen emas harganya juga terus menanjak. Hingga Jumat (24/7), harga emas batangan Antam telah mencapai Rp984.000/gram atau naik sebesar 27,63% secara year-to-date (ytd) atau sejak awal tahun. 

Wawan berpendapat emas menjadi instrumen pelindung dana yang menarik di tengah menurunnya harga saham dan meningkatnya risiko gagal bayar surat utang kala pandemi. Menurutnya, emas menjadi instrument hedging (pelindung nilai) yang menarik meski di saat ekonomi penuh ketidakpastian. 

Senada dengan hal tersebut, Vira mengungkapkan, menurut data internal Tokopedia, selama dua tahun belakangan, transaksi Tokopedia Reksa Dana bertumbuh hampir 27 kali lipat. Sementara transaksi Tokopedia Emas pun bertumbuh hampir 30 kali lipat dalam satu tahun belakangan.

“Dalam situasi yang sulit ini (pandemi), orang makin sadar pentingnya menyiapkan masa depan dan situasi darurat, selalu ada cadangan tabungan yang disisihkan,” tambahnya.

Infografik mudah berinvestasi digital. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Berita Lainnya
×
tekid