Nasabah pinjol menanti keringanan utang

Restrukturisasi pinjaman online berada di tangan peminjam, platform hanya perantara.

Menanti restrukturisasi kredit ala pinjaman online. Alinea.id/OkyDiaz.

Dwi Darmawan (24) kerap melancong ke berbagai tempat (travelling) di sela waktu liburnya. Untuk mendukung hobinya, dia kerap menggunakan fitur Paylater Traveloka yang bekerja sama dengan perusahaan fintech PT Caturnusa Sejahtera Finance untuk keperluan wisatanya. Baik untuk memesan tiket pesawat, tiket kereta api, maupun kamar hotel. Sesekali, fasilitas itu membuatnya dimintai tolong para kerabat untuk memesankan tiket.

“Kalau gue sih pakai paylater ketika urgent aja. Ibaratnya kalau misalkan mau beli tiket, tapi mobile banking error atau duitnya belum terkumpul karena sudah terpakai keperluan lain,” terangnya kepada Alinea.id, Kamis (23/4).

Dia mengaku terbantu dengan fitur paylater atau bayar kemudian ini. Menurutnya, paylater membuatnya tak memerlukan kartu kredit saat check in kamar hotel. Apalagi, bunga pinjaman ini juga cukup rendah, hanya sebesar 3,7%. Setiap bulannya, dia mendapat batas pinjaman yang dapat diambil. “Gua belum pernah menunggak. Kalau telat bayar, ada denda 5% tiap bulan,” klaim pengajar les privat tersebut.

Dengan merebaknya pandemi Covid-19, Dwi dan banyak orang lainnya akan mengurangi pengeluaran untuk berwisata. Hal ini berpotensi menggerus penyaluran kredit online melalui platform fintech, terutama yang fokus di sektor transportasi, pariwisata, dan perhotelan.

Namun nasib lebih menyedihkan dirasakan Isnen (38) yang terlilit utang hingga jutaan rupiah. Dia memilih untuk meminjam uang melalui platform peer to peer lending (P2PL) dibanding lembaga perbankan lantaran tak memiliki jaminan harta dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).