Omnibus Law dinilai tidak pro pembangunan berkelanjutan

Omnibus Law dinilai hanya menyederhanakan regulasi tanpa memperhitungkan aspek ekonomi dan lingkungan.

Ilustrasi lokasi pertambangan. Foto Antara.

Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law terkesan terburu-buru. Bahkan, dikhawatirkan tidak mengakomodir semua aspek penting terkait industri tambang berkelanjutan.

Maryati mengatakan di dalam UU Omnibus Law tercantum pasal-pasal yang terkait kemudahan perizinan pertambangan. Dia khawatir, UU Omnibus Law hanya mengakomodir kemudahan bisnis, bukan mengedepankan keberlanjutannya.

"Jadi khawatir kalau pembahasannya terburu-buru hanya sekedar entry to bisnis, tapi bukan sustainability business," katanya di Balai Kartini, Jakarta, Senin (20/1).

Padahal, kata Maryati, untuk jangka panjang yang perlu diperhatikan yakni kesiapan berbagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyederhanaan regulasi pertambangan di UU Omnibus Law yang baru.

"Long life untuk sustainability business itu adalah dengan kelembagaan yang kuat, environment investasi yang kuat, termasuk kesiapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bukan hanya asal cepat," ucapnya.