Omnibus law dinilai jadi jawaban turunnya peringkat kemudahan berinvestasi

"Omnibus law ini juga akan menyederhanakan dan memberikan kepastian regulasi perizinan."

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto (kedua kiri) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil (kedua kanan), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri), dan Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai Rapat Koordinasi Tiingkat Menteri tentang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso.

Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dinilai dapat menjadi jawaban atas turunnya peringkat Indonesia dalam hal kemudahan melakukan bisnis atau ease of doing business. Tahun ini peringkat Indonesia turun ke posisi 73, setelah pada 2018 berada di peringkat 72.

Peneliti Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah atau KPPOD, Naomi Simanjuntak, mengatakan pemerintah harus melakukan banyak pembessnahan atas penurunan peringkat ini. Hal paling penting yang harus dibenahi adalah yang berhubungan dengan perizinan. 

"Data dari Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengatakan dari 190 kasus investasi, 32,6% atau presentase paling besar itu permasalahannya ada di perizinan usaha," kata Naomi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (15/12).

Penerapan perizinan melalui Online Single Submission (OSS), dinilai tak menjawab permasalahan dasar perizinan tersebut. KPPOD, kata Naomi, menemukan masih adanya tumpang tindih peraturan dan perundang-undangan terkait pelaksanaan perizinan, khususnya kewenangan dan lembaga perizinan.

Karena itu Naomi memandang omnibus law dapat menjadi pedoman bagi banyak sektor. Beleid tersebut juga diyakini dapat menyediakan mekanisme resolusi konflik perizinan usaha yang pasti.