Pengusaha RI tolak diskriminasi sawit oleh Uni Eropa

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak kebijakan diskriminasi produk sawit oleh Uni Eropa.

Pekerja memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Pematang Raman, Kumpeh, Muarojambi, Jambi, Jumat (15/2/2019). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan komoditas kelapa sawit merupakan produk perkebunan paling produktif dalam menghasilkan minyak nabati daripada komoditas lainnya, yakni hanya membutuhkan 0,26 hektare lahan untuk memproduksi satu ton minyak. / Antara Foto

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak kebijakan diskriminasi produk sawit oleh Uni Eropa.

Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono menyatakan penolakannya terhadap kebijakan Arahan Energi Terbarukan atau Renewable Energy Directive II (RED II) yang dikeluarkan oleh Uni Eropa sejak November 2018 lalu. Sebab, kebijakan tersebut dinilai cenderung mendiskreditkan produk sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia.

"Kebijakan ini (RED II) dalam tahapan konsultasi publik, kalau kami tidak merespons nanti dianggap kami setuju. Makanya hari ini kami merespons untuk mengatakan tidak setuju," ujarnya usai memenuhi rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Selasa (26/2). 

RED II adalah kebijakan Uni Eropa terkait produksi dan promosi energi terbarukan yang akan berlaku pada 2020-2030 mendatang. Kebijakan ini menetapkan Uni Eropa wajib memenuhi 32% dari total kebutuhan energinya melalui sumber yang terbarukan pada 2030. 

Untuk mendukungnya, Uni Eropa akan menerbitkan delegated act, yang isinya menetapkan kriteria tanaman pangan yang berisiko tinggi dan rendah terhadap perubahan fungsi lahan dan deforestasi.