Pernah jadi idola, riwayat BPR kini merana

Pernah menjadi penyelamat saat krisis moneter 1998, kini LPS memperkirakan 8-10 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 'mati' setiap tahun.

Nasib Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin memprihatinkan. Alinea.id/Dwi Setiawan

Suasana kantor kas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Usaha di bilangan Gunung Sahari, Jakarta Pusat terlihat lengang. Siang itu, hanya satu-dua petugas yang berjaga di loket kasir. 

Kursi yang disediakan bagi nasabah kosong melompong. Dari balik jendela, kendaraan bermotor lalu-lalang di Jalan Gunung Sahari Raya, seolah tak menghiraukan keberadaan bank itu.

“Kami enggak terlalu ramai sih, pak. Kami bukan kayak bank konvensional gitu,” ujar Sofi, seorang petugas BPR Dana Usaha saat ditemui Alinea.id pada Selasa (18/2). Nasabah yang datang, kata dia, paling banyak sekitar lima orang saban hari.

Direktur BPR Dana Usaha Felicia Heryanto mengisahkan bagaimana BPR saat ini harus berjuang untuk 'bertahan hidup' di era digital. BPR Dana Usaha memiliki layanan tabungan, deposito, dan kredit. Sebagian besar nasabahnya berasal dari warga sekitar, karyawan, dan keluarga karyawan.

“Kami ingin bisa (masuk ke) UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) juga sih. Merambah (ke sana). Sayangnya, kebanyakan UMKM enaknya pinjam sama keluarga atau teman,” ungkapnya.