Peternak mandiri terancam pasarnya dicaplok korporasi besar

Korporasi besar kuasai pasar ternak dari hulu hingga hilir.

Pekerja memasang instalasi Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang dipasang pada kandang peternakan ayam di Manyaran, Karanggede, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (15/2/2019). Antara Foto

Para peternak mandiri mengeluhkan kondisi usahanya yang morat-marit lantaran tergerus oleh keberadaan korporasi besar yang menguasai pasar dari hulu hingga hilir. Karena itu, sejumlah asosiasi peternak mandiri merasa perlu mendatangi Ombudsman Republik Indonesia untuk melaporkan kondisi yang dialaminya.

Sekretaris Perhimpunan Insan Peternak Rakyat , Samhadi, mengatakan para peternak ayam yang bergerak secara mandiri terus-menerus mengalami kerugian. Harga ternak diketahui jatuh dan berada di kisaran rata-rata Rp3.500 per kilogram. 

Menurut Samhadi, kerugian yang dialami para peternak budi daya atau mandiri akan terus terjadi jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Karena itu, Samhadi berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi persoalan ini dengan membuat regulasi untuk membatasi ruang gerak korporasi besar. Dengan begitu, regulasi tersebut bisa melindungi keberlangsungan usaha peternak mandiri. 

Selain itu, pemerintah juga perlu membatasi ekspansi korporasi besar yang bisa menjangkau sejumlah pulau di Indonesia. Sebab, kata Samhadi, kiprah peternak mandiri hanya bertahan di Pulau Jawa. Sementara di pulau lain seperti Sumatra peternak mandiri tak bisa bertahan lama lantaran ekspansi yang masif dari korporasi besar atau integrator.

"Pemerintah harus membatasi masuknya perusahaan integrator di sektor budi daya. Mereka itu kan menguasai dari hulu hingga hilirnya. Mereke juga merebut pangsa pasar budidaya yang dilakukan peternak,” kata Samhadi di Jakarta pada Jumat, (8/3).