Proyek cetak sawah penangkal krisis pangan, manjurkah?

Cetak sawah menjadi strategi di tengah bayang-bayang krisis pangan saat pandemi Covid-19.

Program cetak sawah pernah dilakukan selama 2015-2019. Alinea.id/Oky Diaz.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperingatkan negara-negara di seluruh dunia untuk mewaspadai ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Karantina wilayah yang diterapkan oleh berbagai negara berpotensi mengganggu rantai pasok pangan dunia.

“Disrupsi, terutama di bidang logistik akan terwujud pada bulan-bulan mendatang. Pemerintah meluncurkan kampanye besar-besaran melawan virus corona dan rencana tersebut harus mencakup langkah-langkah untuk mengurangi guncangan terhadap rantai pasok pangan,” ungkap Kepala Ekonom FAO Maximo Torero Cullen dalam pernyataan resmi, Kamis (26/3) lalu.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menitahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mencetak lahan sawah baru sebagai salah satu upaya menggenjot produksi beras dalam negeri. “Manajemen pengelolaan beras di dalam negeri menjadi kunci bagi antisipasi krisis pangan yang beberapa bulan ini disampaikan oleh FAO. Oleh karena itu, kalkulasi secara detil,” perintahnya dalam rapat terbatas pada Selasa (28/4) silam. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pihaknya tengah menyiapkan 900.000 hektare lahan basah yang terdiri dari lahan rawa dan gambut untuk mendukung program tersebut. “Sudah siap 300.000 hektare. Juga yang dikuasai BUMN sekitar 200.000 hektare,” tutur Airlangga.

Sepekan kemudian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut angka berbeda, yakni 400.000 hektare lahan basah dan 200.000 hektare lahan kering. Dia juga menyebut pelibatan BUMN dilakukan lantaran masih banyak lahan-lahan perusahaan yang belum dimanfaatkan.