Risiko berlarut-larutnya utang rafaksi migor

Janji pemerintah membayar utang rafaksi minyak goreng terkatung-katung lebih dari 2 tahun.

Minyak goreng. Foto Antara/Jessica Helena Wuysang

Pemerintah menggandeng Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menindaklanjuti tagihan rafaksi minyak goreng (migor). Kejaksaan bertugas menganalisis pembayaran dari aspek hukum.

Utang ini muncul ketika pemerintah berjanji membayar selisih harga penugasan Rp14.000/liter dengan ongkos produksi Rp17.650/liter memakai uang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) maksimal 17 hari kerja usai kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi. Penugasan berlaku per 19 Januari 2022 hingga akhir bulan tersebut. Namun, hingga kini tidak juga terealisasi pembayarannya.

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung, Feri Wibisono, menyampaikan, pihaknya sudah membuat naradamping (liaison officer/LO) untuk memastikan kebijakan yang diambil tak memiliki resiko hukum di kemudian hari. Dalam perkembangannya, tidak semua klaim pengusaha terakomodasi lantaran terbentur permasalahan dokumen, seperti tak lengkapnya berkas pendukung.

"Kami mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Sucofindo selaku surveyor," katanya beberapa waktu lalu.

Dalam analisis Sucofindo, sebanyak 54 pelaku usaha, baik ritel modern maupun usaha tradisional, mengajukan klaim pembayaran rafaksi. Hasilnya, hanya Rp474 miliar yang terverifikasi.