Silang pendapat moratorium izin kebun kelapa sawit

Indonesia sedang membutuhkan banyak penerimaan devisa dari sawit dengan jumlah yang cukup besar. 

Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9)./AntaraFoto

Persoalan sawit seolah menjadi suatu hal yang tidak pernah berujung. Padahal komoditas ini menyumbang devisa sangat besar di Indonesia. Berdasarkan data Gapki, industri sawit Indonesia pada 2017 menyumbang devisa sebesar US$ 3 miliar atau setara Rp300 triliun. Namun, dibalik itu ada persoalan lingkungan yang tidak berujung pada perbaikan. 

Presiden Joko Widodo belum lama ini menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit, serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Inpres tersebut berlaku hingga tiga tahun mendatang, sejak ditandatangani pada 19 September 2018.

Dari sisi ekonomi, kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, moratorium sudah baik dilakukan guna meningkatkan produktivitas sawit yang biasanya hanya menghasilkan 2 ton per hektar lahan. 

"Padahal di Malaysia 10 ton per hektar. Niat Presiden Jokowi bagus untuk intensifikasi," jelasnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (26/9). 

Namun yang menjadi catatan bagi Bhima adalah, Indonesia sedang membutuhkan banyak penerimaan devisa dari sawit dengan jumlah yang cukup besar. Sawit dinilai merupakan solusi tercepat dalam meningkatkan devisa.