Subsidi dan Kompensasi APBN 2022 naik 3X lipat, jika naik lagi Rp690 T sisanya jadi beban APBN 2023

Kenaikan subsidi dan kompensasi pada APBN tahun ini merupakan kenaikan jumlah yang sangat besar.

Sri Mulyani. foto Dokumentasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 telah bekerja keras menjadi shock absorber, karena menanggung subsidi dan kompensasi energi yang meningkat tiga kali lipat. APBN 2022 pada awalnya mengasumsikan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp152,5 triliun, namun karena tekanan dari tingginya konsumsi dan harga minyak, serta pelemahan nilai tukar rupiah, maka sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 asumsinya naik tiga kali lipat jadi Rp502,4 triliun.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, kenaikan subsidi dan kompensasi pada APBN tahun ini merupakan kenaikan jumlah yang sangat besar. Jika dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, jumlahnya sangat berselisih jauh, yaitu di APBN 2019 sebanyak Rp144,4 triliun, tahun 2020 naik jadi Rp199,9 triliun, dan tahun 2021 kembali turun menjadi Rp188,3 triliun.

“Jadi kalau tahun ini subsidi kompensasi adalah Rp502,4 triliun, bahkan kemungkinan akan melonjak di atas Rp690 triliun. Ini adalah kenaikan yang sungguh sangat dramatis,” tegas Menkeu pada Rapat Kerja Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah di Jakarta, Selasa (30/08).

Meski jumlah subsidi dan kompensasi sudah dinaikkan hingga tiga kali lipat demi menjaga daya beli masyarakat, rupanya dengan kondisi harga minyak mentah dan Indonesia Crude Price (ICP) yang masih meningkat dan seiring pemulihan aktivitas ekonomi, serta meningkatnya mobilitas masyarakat, maka kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar dan Pertalite diprediksi akan habis pada Oktober nanti.

Berdasarkan pertimbangan hal tersebut di atas, Srimul juga memperkirakan anggaran subsidi dan kompensasi akan melonjak kembali hingga Rp698 triliun. Ini terjadi jika rata-rata ICP dalam delapan bulan selalu diatas US$100 yaitu US$105 per barel dan kurs sekitar Rp14.700-14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kilo liter (kl) untuk Pertalite dan 17,4 juta kl untuk Solar.