Tutup celah pinjol ilegal, AFPI minta regulasi diperketat

Pinjol ilegal diperkirakan akan melakukan tindak pidana jika tetap beroperasi.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai perlunya regulasi berbentuk undang-undang terkait fintech untuk mendukung pertumbuhan industri. Dengan demikian, pemulihan ekonomi nasional bisa kian cepat.

Salah satunya, regulasi yang mengatur hanya fintech lending berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat beroperasi, dan menutup akses pinjaman online (pinjol) atau fintech ilegal beroperasi.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko, dalam rapatnya di DPR RI meminta dukungan Komisi XI untuk mempertimbangkan payung hukum dengan UU tersendiri. Apabila hal ini sulit dilakukan dengan UU fintech, AFPI mengusulkan agar bisa disisipkan di Omnibus Law.

"Kami hanya ingin ada peraturan yang mengatur bahwa hanya fintech berizin yang boleh beroperasi. Anggota kami yang masih berstatus terdaftar, agar segera mengurus proses perizinan OJK. Hal ini agar tidak ada celah bagi pihak pinjol atau fintech illegal bermain. Apabila tetap beroperasi, pinjol ilegal ini melakukan tindak pidana,” kata Sunu, Kamis (14/1).

Sebagai informasi, sampai Desember 2020, terdapat 149 perusahaan yang terdaftar di OJK, dengan 37 perusahaan yang telah memiliki izin usaha. Keseluruhan anggota AFPI ini terbagi dalam tiga sektor pembiayaan, yakni produktif, multiguna (konsumtif), dan syariah.