Tingginya persaingan makanan siap saji saat pandemi, UMKM ini berhasil bertahan via etalase daring

Pemanfaatan platform digital jadi kunci untuk tetap bersaing di tengah menjamurnya penjual sambal siap saji kala pandemi.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Bagi Saut Situmorang (62), sulit bertahan hidup tanpa sambal. Hidangan pedas pelengkap menu ini harus selalu ada di tiap sesi makan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era 2015-2019 itu. Bahkan, saat masih bekerja di lembaga antirasuah, sang istri selalu membawakannya bekal makan siang dengan sambal.

“Sambal dari yang sederhana, tiga bahan kecap, cabai, bawang, sampai yang lebih kompleks pakai asam atau bunga Kincung (Honje/Kecombrang),” ujarnya kepada Alinea.id saat ditemui, belum lama ini.

Pria asal Sumatera Utara ini mengaku jika tidak ada sambal, paling tidak ada cabai rawit yang disantap bersama lauk-pauk. Bahkan, ia mengaku sang istri tidak pernah kehabisan cabai di rumah demi memenuhi seleranya makan pedas.

Meski pedas menggigit, namun sambal menurutnya harus dinikmati. Ia pun anti minum air ketika pedas cabai memenuhi mulutnya. “Nikmatin saja nanti juga hilang sendiri pedasnya,” selorohnya.