Upaya negosiasi menembus pasar porang negeri tirai bambu

China memberlakukan persyaratan sangat ketat pada produk turunan Porang dari Indonesia setelah menutup keran impor selama 2 tahun.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Amorphophallus muelleri atau jamak dikenal Porang mendadak terkenal karena digadang-gadang dapat menjadi makanan pokok di masa depan. Kepopuleran tanaman jenis Araceae (Aroid) ini tak lepas dari pernyataan Presiden Joko Widodo pada medio tahun 2021 yang menyebut Porang menjadi komoditas yang memiliki prospek cerah ke depannya.

Jenis tanaman umbi ini mengandung karbohidrat glukomanan atau zat gula dalam bentuk kompleks. Jokowi memperkirakan komoditas ini akan booming karena dinilai lebih menyehatkan dibandingkan komoditas karbohidrat lainnya.

Ironisnya, bersamaan dengan pernyataan tersebut, ekspor Porang ke negara utama yakni China ternyata tengah disetop sejak 1 Juni 2020. Padahal, hampir 80% ekspor Porang menyasar negeri tirai bambu. Keputusan pemerintah China menyetop ekspor Porang langsung berdampak nyata pada industri di tanah air.

Beruntung, pada 28 November 2021 keran ekspor Porang ke China kembali dibuka namun dengan persyaratan yang cukup rumit dan detail. Ekspor juga hanya berlaku untuk produk turunan serpih porang (chips) dan bukan untuk tepung porang.

Dibukanya keran ekspor disertai persyaratan yakni inspeksi dan karantina chips porang kering dari Indonesia ke China melalui protokol yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan pemerintah China melalui The General Administration of Customs of The People’s Republic of China (GACC). Protokol ini berlaku mulai 28 November 2021 bersamaan dengan dibukanya kembali ekspor porang ke China.