Ikhtiar menahan lonjakan angka stunting

Pandemi Covid-19 mengacaukan daya beli masyarakat, angka stunting anak kembali melonjak.

Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.

Sahrani selalu nampak lesu dan tak seceria teman-temannya. Bocah 4,5 tahun itu hanya berbobot tidak sampai 12 kilogram. Normalnya, anak seusia Sahrani memiliki berat badan minimal 15,5 atau 16 kilogram.

Ya, anak perempuan asal Karang Kemong, Mataram, Nusa Tenggara Timur itu divonis mengalami stunting. "Enggak tau dari kapan. Tapi beberapa bulan lalu, waktu dicek di posyandu katanya stunting karena kurang gizi kronis,” kata sang ibu, Marliana kepada Alinea.id, Sabtu (24/7).

Wanita 32 tahun ini menjelaskan, pandemi membuat penghasilan suaminya yang bekerja sebagai tukang parkir menyusut drastis. Jika biasanya bisa membawa pulang sebesar Rp30.000 hingga Rp50.000 per hari, kini hanya tersisa separuh. 

Keluarga kecil ini mau tak mau harus memenuhi makan dari penghasilan seadanya itu. Bukan pertimbangan gizi, tapi yang penting bisa mengganjal perut. Meski mengetahui sang buah hati stunting, dia dan suami tak bisa berbuat banyak.

Sayur, tahu, dan tempe akhirnya menjadi menu andalan keluarga. “Tapi alhamdulillah setiap minggu dikasih makanan tambahan dari kader Posyandu (untuk Rani),” imbuh ibu rumah tangga itu.