Pemilu paruh waktu Taiwan, momentum kebangkitan partai pro-China

Partai Kuomintang yang pro-China berhasil mengalahkan DPP dalam pemilu paruh waktu Taiwan pada Sabtu (24/11).

Ilustrasi / Pixabay

Tsai Ing-wen memiliki waktu kurang lebih dari satu tahun untuk memenangkan kembali dukungan publik jika dirinya ingin kembali memenangkan pilpres pada Januari 2020.

Nasib Tsai Ing-wen berubah setelah Partai Demokratik Progresif (DPP) menderita kekalahan dari Kuomintang dalam pemilihan paruh waktu pada Sabtu (24/11). Skala kekalahan itu jauh lebih besar dari perkiraan, di mana DPP kehilangan tujuh kota dan county dari 13 yang sebelumnya mereka kuasai, termasuk di benteng tradisionalnya di Kaohsiung dan Yilan.

Imbas dari kekalahan DPP, Tsai Ing-wen sendiri telah menyatakan mundur sebagai ketua partai. Namun, presiden wanita pertama Taiwan itu sejatinya tidak memiliki penantang internal yang jelas untuk menghentikannya mencalonkan diri kembali.

"Hasil (pemilu) ini menuntut tanggapan dari Tsai Ing-wen, dan perubahan yang jelas adalah untuk mempertegas kekuatan DPP dan hal-hal yang membantu Tsai Ing-wen," ungkap Jonathan Sullivan, direktur China Policy Institute di Nottingham University. "Tsai Ing-wen membuat masyarakat liberal dan progresif sebagai bagian besar dari daya tariknya ke seluruh dunia untuk mendukung Taiwan mensejajarkan diri dengan China yang semakin represif."

Pemilu paruh waktu pada Sabtu lalu dinilai sebagai momentum kebangkitan Kuomintang setelah Tsai Ing-wen menggulingkan partai tersebut pada tahun 2016.