Politik identitas dan bahayanya bagi demokrasi Indonesia

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menekankan politik identitas berbasis agama tidak akan menang di Indonesia.

Ketua Institut Leimena Jakob Tobing (kiri), Diplomat Denmark Elsebeth Søndergaard Krone (tengah), dan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra (kanan) dalam diskusi publik 'Islam, Democracy, and Indonesian Identity: What are the National and International Challenges' di Erasmus Huis, Jakarta, Kamis (6/12).

Diplomat Denmark Elsebeth Søndergaard Krone menilai bahwa isu agama kian penting di dunia, terutama di Indonesia. Hal ini diungkapkannya dalam diskusi publik bertajuk 'Islam, Democracy, and Indonesian Identity: What are the National and International Challenges' di Erasmus Huis, Jakarta, Kamis (6/12).

Krone yang bertugas di Kedutaan Besar Denmark di Jakarta sejak tahun 2016 lebih lanjut memaparkan bahwa isu agama dan meningkatnya konservatisme tidak akan menjadi sumber masalah jika tidak merusak tatanan demokrasi dan memicu intoleransi.

"Saya sedikit khawatir adanya kecenderungan memihak pada mayoritas di Indonesia. Harus diingat bahwa hak asasi manusia ada untuk melindungi individu, bukan agama tertentu. Semua punya hak yang sama di mata masyarakat," jelas Krone yang sejak lama menaruh perhatian pada isu hak asasi manusia. 

Berbicara dalam kesempatan yang sama, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menekankan bahwa rakyat Indonesia harus lebih menghargai nilai-nilai Pancasila dan menguatkan demokrasi.

"Indonesia sangat diberkati oleh Pancasila yang dapat merangkul budaya dan agama berbeda, kita harus menjaga hal ini agar tercermin di masyarakat," paparnya.