Laporan dari 12 negara: Penambangan pasir laut libatkan mafia

Di Taiwan, aktivitas ilegal kapal pengeruk pasir laut asal China bertanggung jawab atas rusaknya daerah penangkapan ikan di Pulau Penghu.

Ilustrasi-penambangan pasir. Foto: istockphoto.com/

Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa eksploitasi dalam bentuk penambangan dan ekspor pasir laut bakal menenggelamkan pulau dan mengancam kehidupan kelompok rentan bukan hanya terjadi di Indonesia. Dampak negatif penambangan pasir setidaknya juga ditemukan di 11 negara lainnya, mulai dari Singapura, Kamboja, Vietnam, Thailand, Filipina, China, Taiwan, India, Nepal, Sri Lanka, hingga Kenya.

Hal itu terekam dari laporan investigasi tentang dampak penambangan pasir pada lingkungan dan komunitas, terutama perempuan dan anak di seluruh dunia, yang dilalukan oleh Environmental Reporting Collective (ERC). Ini merupakan jaringan global jurnalis yang menyelidiki kejahatan lingkungan. Laporan investigasi yang mereka luncurkan berjudul Beneath the Sands (https://www.beneaththesands.earth/).

Ada tiga temuan penting. Pertama, tim ERC menemukan bahwa penambangan pasir yang masif selain telah menyebabkan pulau-pulau kecil di Indonesia hilang, juga merusak daerah penangkapan ikan di Taiwan, Filipina, dan China. 

Di Indonesia misalnya, penambangan pasir laut oleh PT Logo Mas Utama di perairan utama Pulau Rupat dan Pulau Babi, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, memperparah kerusakan ekosistem pesisir serta abrasi di sana. 

Di Taiwan, aktivitas ilegal kapal pengeruk pasir laut asal China dituding bertanggung jawab atas rusaknya daerah penangkapan ikan di Pulau Penghu, yang mengakibatkan tangkapan ikan nelayan setempat menurun drastis hingga hampir 90%. Biro Pertanian dan Perikanan wilayah Penghu mengungkap bahwa tangkapan ikan di sana turun dari 346 metrik ton di 2018 menjadi hanya 160 metrik ton di 2021.