Perlunya sinergi nasional untuk perlindungan migran

Sinergi seluruh pemangku kepentingan disebut sebagai kunci membangun tata kelola migrasi yang baik. 

Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) berbaris untuk menjalani pendataan oleh BP3TKI setibanya di Dinas Sosial Provinsi Kalbar di Pontianak, Kamis (4/4)./ Antara Foto

Dalam pembukaan lokakarya Global Compact for Safe, Orderly, and Regular Migration (GCM) pada Jumat (3/5), Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang (OINB) Kamapradipta Isnomo menekankan, sinergi seluruh pemangku kepentingan merupakan kunci membangun tata kelola migrasi yang baik. 

Lokakarya yang digelar Kementerian Luar Negeri itu merupakan bentuk tindak lanjut kesepakatan internasional atas GCM di Marrakesh pada 10 Desember 2018 dan pengesahan GCM oleh Majelis Umum PBB pada 19 Desember 2018 lalu.

Pertemuan itu juga merupakan upaya Kemlu untuk mendorong penguatan koherensi kebijakan dalam tata kelola migrasi guna mewujudkan migrasi yang memberikan keuntungan baik bagi migran, negara asal, maupun negara tujuan.

Acara tersebut menghadirkan seluruh pemangku kepentingan dari kementerian atau lembaga terkait, kelompok migran, hingga International Organization for Migration (IOM). "Indonesia telah memiliki banyak peraturan dan program kerja yang sejalan dan dapat memfasilitasi pelaksanaan GCM di tingkat nasional dan daerah," tutur Kamapradipta seperti dikutip dari keterangan tertulis Kemlu yang diterima Alinea.id, Sabtu (4/5).

Pada 2017, Indonesia mengesahkan UU nomor 18 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). UU tersebut dinilai cukup banyak mendorong perubahan yang fundamental dalam upaya menyediakan perlindungan menyeluruh bagi PMI dari sisi persiapan keberangkatan, selama perjalanan, hingga di negara penempatan.