Antara “The Internationale” dan Genjer-genjer

Peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei membutuhkan sebuah lagu pembakar semangat. Coba simak alternatif kedua lagu berikut.

Ilustrasi buruh./ Pixabay

Apa yang melengkapkan revolusi? Sebuah lagu pembakar semangat. “The Internationale” dikumandangkan orang-orang di persimpangan kiri jalan. Lagu yang diciptakan Eugene Pottier pada Juni 1871 itu bahkan tak pernah absen menyesaki hari-hari para kelas pekerja Eropa kala itu. Termasuk dinyanyikan di Kongres Partai Komunis Tiongkok dan beberapa acara budaya seperti “Belok Kiri Fest”, yang sempat dicekal pada 2016 lalu.

Selebrasi hari buruh yang jatuh pada 1 Mei mendatang juga butuh lagu penggenap. “The Internationale” bisa dijadikan pilihan. Sebab lagu berbahasa Perancis yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara ini, mengusung semangat yang relevan dengan perjuangan buruh.

Lagu ini menyerap semangat Marx dan Engels yang melawan penindasan kapital. Dalam salah satu penggalan liriknya tertulis, “Stand up, all victims of oppression. For the tyrants fear your might. Don't cling so hard to your possessions. For you have nothing, if you have no rights. Let racist ignorance be ended. For respect makes the empires fall. Freedom is merely privilege extended. Unless enjoyed by one and all.”

Dari penggalan tersebut tersimpan pesan bagi seluruh korban opresi, termasuk opresi sistem yang melahirkan kelas pekerja, untuk berdiri dan bersatu melawan tanpa ketakutan. Sejarah penciptaan lagu ini sendiri memang tak bisa dilepaskan dari momentum pendirian Asosiasi Buruh Internasional (International Workingmen’s Association, IWA).

Organisasi ini dilansir dari MilitanIndonesia, mendapuk Karl Marx sebagai pemimpin yang mengorganisir kerja-kerja buruh. “Marx dan Engels memahami pentingnya bekerja di dalam sebuah arena yang luas dengan akar-akar massa di dalam kelas pekerja. Dalam artian ini, partisipasi serikat-serikat buruh Inggris, secara khusus menjadi penting,” tulisnya.