Para peneliti dari Virginia Tech meneliti “piramida” makanan cepat saji untuk menentukan mana yang paling berbahaya bagi otak.
Makanan ultra-olahan memang terasa nikmat. Namun, sejumlah penelitian sudah menyoroti dampak buruk makanan ultra-olahan secara umum. Pola makan tinggi makanan ultra-olahan diketahui berkaitan dengan obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, kecemasan, depresi, serta peningkatan risiko kematian. Tidak mengherankan, pola makan seperti ini juga berpengaruh buruk terhadap kesehatan otak.
Menurut ahli saraf Pablo Quiroga Subirana, semakin banyak bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara makanan ultra-olahan dan demensia. Produk-produk ini, sarat dengan gula, lemak jenuh, dan zat aditif buatan yang tak hanya membahayakan jantung, tetapi juga mempercepat penuaan otak dan meningkatkan risiko Alzheimer.
Penelitian tahun 2022 juga menemukan, mengonsumsi lebih dari 20% asupan kalori harian lewat makanan ultra-olahan bisa menyebabkan masalah kognitif lebih cepat, terutama fungsi eksekutif dan memori.
“Penyebab utamanya adalah peradangan kronis yang dihasilkan oleh makanan-makanan ini,” kata Subirana kepada Hello Magazine.
Dia menjelaskan, saat kita mengonsumsi produk yang kaya lemak trans, gula rafinasi, dan zat aditif kimia, kita memicu respons peradangan dalam tubuh. Peradangan ini tak cuma memengaruhi sistem kardiovaskular kita, tetapi juga merusak struktur otak dan mempercepat kerusakannya. Salah satu konsekuensi dari peradangan ini adalah penumpukan protein berbahaya, seperti beta-amiloid di otak.