close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi makanan ultra-proses./Foto  2SIF/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi makanan ultra-proses./Foto 2SIF/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Selasa, 30 September 2025 09:05

Perempuan dari generasi X lebih kecanduan makanan ultra-proses

Sebanyak 21% perempuan dan 10% laki-laki dari generasi X lebih kecanduan makanan ultra-proses.
swipe

Generasi X—mereka yang lahir antara tahun 1965 dan 1980—merupakan generasi pertama di Amerika Serikat yang tumbuh dikelilingi makanan ultra-proses, produk makanan yang biasanya kaya lemak, garam, gula, dan perasa tambahan. Saat masih anak-anak dan remaja, mereka hidup di masa ketika produk-produk ini mulai berkembang pesat dan dirancang khusus untuk membuat orang ketagihan.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Addiction baru-baru ini, bertajuk “Ultra-processed food addiction in a nationally representative sample of older adults in the USA” menemukan, 21% perempuan dan 10% laki-laki dari generasi X serta generasi akhir baby boomer—lahir antara 1946 dan 1964—yang saat ini berusia 50-an hingga awal 60-an, memenuhi kriteria kecanduan makanan ultra-proses.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan orang dewasa yang tumbuh satu atau dua dekade sebelumnya—yang baru mengenal makanan ultra-proses saat sudah tua. Pada kelompok usia 65 hingga 80 tahun, hanya 12% perempuan dan 4% laki-laki yang menunjukkan tanda-tanda kecanduan serupa.

Penelitian ini menggunakan data nasional yang mewakili lebih dari 2.000 warga lanjut usia Amerika Serikat, berdasarkan survei dari UM National Poll on Healthy Aging.

Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan Yale Food Addiction Scale 2.0 (mYFAS 2.o) yang telah dimodifikasi. Skala ini mencakup 13 pertanyaan yang menggali pengalaman seseorang terkait makanan dan minuman ultra-proses. Dengan menerapkan kriteria kecanduan klinis pada makanan, studi ini menunjukkan, makanan ultra-proses juga bisa menimbulkan ketergantungan seperti zat adiktif lainnya.

“Saat ini, para lansia hidup di masa ketika lingkungan pangan di Amerika mengalami perubahan besar. Mengingat penelitian lain sudah menunjukkan kaitan yang jelas antara konsumsi makanan ultra-proses dengan penyakit kronis dan kematian dini, penting untuk memahami seberapa besar kecanduan ini memengaruhi mereka,” ujar salah seorang peneliti sekaligus mahasiswa pascasarjana di Departemen Psikologi University of Michigan, Lucy K. Loch, dikutip dari Science Daily.

Berbeda dengan gangguan kecanduan zat konvensional—yang biasanya lebih banyak dialami pria lanjut usia—kecanduan makanan ultra-proses justru menunjukkan pola sebaiknya, yakni lebih banyak terjadi pada perempuan lanjut usia.

Salah satu penjelasannya, pemasaran agresif makanan ultra-proses versi “diet” kepada perempuan pada 1980-an. Pada masa itu, produk seperti kue rendah lemak, makanan siap saji yang bisa dipanaskan dalam microwave, dan makanan tinggi karbohidrat lainnya dipromosikan sebagai solusi untuk mengendalikan berat badan. Namun, profil nutrisi yang direkayasa justru bisa memperkuat pola makan yang bersifat adiktif.

Perempuan yang saat ini berusia 50 hingga 64 tahun kemungkinan besar terpapar makanan ultra-proses pada masa perkembangan yang sensitif.

“Persentase yang kami temukan dalam data ini jauh lebih tinggi dibandingkan persentase lansia yang memiliki masalah kecanduan zat adiktif lainnya, seperti alkohol dan tembakau,” kata profesor psikologi di University of Michigan sekaligus penulis studi, Ashley Gearhardt, dikutip dari Science Daily.

“Kami juga melihat hubungan yang jelas antara kecanduan makanan ultra-proses, kesehatan, dan isolasi sosial. Risiko kecanduan jauh lebih tinggi pada mereka yang menyatakan kondisi kesehatan mental atau fisiknya berada pada tingkat sedang hingga buruk, atau mereka yang mengatakan sering merasa terisolasi dari orang lain.”

Para peneliti menyoroti, orang yang menganggap dirinya kelebihan berat badan sangat rentan terhadap makanan ultra-proses. Produk-produk ini dipasarkan sebagai rendah lemak, rendah kalori, tinggi protein, atau tinggi serat. Padahal, tetap dirancang untuk meningkatkan daya tarik dan memicu keinginan makan lebih banyak.

“Produk-produk ini dipasarkan seolah-olah sehat, yang sebenarnya bisa sangat berbahaya bagi orang yang berusaha mengurangi asupan kalori,” tutur Gearhardt.

“Dampaknya paling terasa pada perempuan, karena adanya tekanan sosial terkait berat badan.”

Menurut Gearhardt, saat ini anak-anak dan remaja mengonsumsi porsi kalori dari makanan ultra-proses yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang paruh baya ketika mereka seusia. Jika tren ini terus berlanjut, Gearhardt khawatir generasi mendatang akan mengalami tingkat kecanduan yang lebih tinggi.

“Sama seperti kecanduan zat lainnya, intervensi dini mungkin sangat penting untuk mengurangi risiko kecanduan jangka panjang sepanjang hidup,” ujar Gearhardt.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan