"Cannery Row": Bagaimana Steinbeck mengisahkan kaum marginal

"Cannery Row" bukanlah utopia, tetapi, sebuah optimisme menghadapi kehidupan yang terkadang kacau tak masuk akal.

Ilustrasi gelandangan./ Pixabay

Cannery Row adalah sebuah tempat pengalengan sarden di wilayah Monterey, California, yang dideskripsikan penulisnya John Steinbeck, sebagai “sebuah puisi, kebusukan, kebisingan yang menjengkelkan, cahaya, nada, kebiasaan, nostalgia, dan mimpi.”

Dalam esainya pada 1953, Steinbeck menulis novel ini “untuk sekelompok tentara yang berkata padaku: tulislah sesuatu yang lucu, yang bukan tentang perang. Tulislah sesuatu untuk kami baca, kami muak dengan perang.”

Cannery Row adalah cerita yang berusaha menangkap suasana dan momen dari penduduk Monterey, California. Novel ini tak memiliki cerita yang koheren dari awal hingga akhir, atau bisa dikatakan tidak memiliki plot. Steinbeck mengisi novelnya dengan karakter yang beragam dan banyak dari mereka tidak begitu berpengaruh pada plot utama, tetapi, dari karakter-karakter tersebut Steinbeck menggambarkan Cannery Row dan penduduknya.

Novel ini memiliki kisah yang menyenangkan tentang para gelandangan, pelacur, germo, tukang judi, anak-anak haram jadah yang tinggal di Monterey. Berlatar saat masa-masa The Great Depression dan menceritakan kehidupan gelandangan, Steinbeck tidak menulis novelnya dengan melankolis.

Kisah dari "Cannery Row" mengikuti cerita Mack dan gengnya, sekelompok pengangguran yang hidup bersama di sebuah gudang. Ide dari Cannery Row sendiri sederhana, sekelompok pengangguran memutuskan untuk mengadakan pesta bagi Doc, ahli kelautan penyendiri yang disukai oleh semua orang di Cannery Row. Walaupun niat mereka baik, usaha mereka tidak berjalan seperti yang mereka rencanakan.