close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bendera bajak laut./Foto Hasselqvist/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi bendera bajak laut./Foto Hasselqvist/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 08 Agustus 2025 09:06

5 rekomendasi buku sejarah bajak laut

Mempelajari kisah bajak laut juga dapat memperkaya pengetahuan tentang budaya dan tradisi maritim di berbagai belahan dunia.
swipe

Mempelajari kisah bajak laut sangat penting untuk memberikan wawasan tentang sejarah, dinamika kekuasaan, ekonomi, dan konflik yang terjadi di lautan. Kisah-kisah bajak laut bukan hanya cerita petualangan, tetapi juga cerminan dari realitas sosial dan politik pada masa lalu. Selain itu, mempelajari kisah bajak laut juga dapat memperkaya pengetahuan tentang budaya dan tradisi maritim di berbagai belahan dunia. Berikut 5 rekomendasi buku sejarah tentang bajak laut yang patut dipelajari.

Pirates: A New History from Vikings to Somali Raiders (2019) karya Peter Lehr

Ilustrasi buku./Foto amazon.com

Pakar terorisme maritim dan pembajakan, Peter Lehr, mengajak pembaca menelusuri sejarah global para perompak. Dari serangan brutal bajak laut Viking di Laut Utara, sepak terjang Wako di perairan Asia Timur pada abad pertengahan, hingga manuver cepat para pembajak Somalia yang memburu kapal tanker raksasa di Samudera Hindia.

Lehr menunjukkan, bajak laut tak pernah sepenuhnya berdiri sendiri. Ada masa ketika negara memberi mereka legitimasi, seperti era Ratu Elizabeth yang memanfaatkan privateer untuk melemahkan musuh. Ada pula masa ketika negara justru absen, membiarkan kelompok bersenjata di lepas pantai Afrika mengatur hukum dengan cara mereka sendiri. Dia mengurai akar-akar yang membuat pembajakan tumbuh subur—kemiskinan, konflik politik, hingga runtuhnya sistem keamanan laut.

Black Flags, Blue Waters: The Epic History of America's Most Notorious Pirates (2018) karya Eric Jay Dolin

Ilustrasi buku./Foto amazon.com

Buku ini mengajak pembaca menyelami zaman keemasan pembajakan di Amerika—periode akhir 1600-an hingga awal 1700-an—saat para perompak menantang hukum dan menguasai perairan pesisir Amerika Utara. Eric Jay Dolin menyingkap sisi dramatis dan mengejutkan dari masa ini. Ia menggambarkan bagaimana para kolonis Amerika, yang awalnya mendukung aksi liar para bajak laut sebagai bentuk perlawanan terselubung terhadap kekuasaan Inggris, perlahan berubah menjadi musuh bebuyutan mereka.

Lewat kisah-kisah penuh warna, Dolin menghadirkan tokoh-tokoh legendaris seperti Blackbeard yang berwibawa sekaligus mengerikan, Kapten Kidd yang nasibnya tragis, hingga Edward Low yang kejam dan menikmati menyiksa mangsanya. Tidak ketinggalan, ia juga mengangkat sosok-sosok yang berusaha memberantas mereka—mulai dari gubernur kolonial John Winthrop, penginjil Cotton Mather, hingga Benjamin Franklin di masa mudanya.

The Pirate Code from Honorable Thieves to Modern-day Villains (2008) Brenda Ralp Lewis

Ilustrasi buku./Foto amazon.com

Berbeda dengan gambaran yang sering kita lihat di buku atau film, tak pernah ada Kode Bajak Laut tunggal yang berlaku untuk semua perompak laut. Sepanjang sejarah pelayaran, yang ada justru beragam aturan—kadang saling bertolak belakang—yang dijalankan sesuai kelompok, kapten, bahkan pelayaran tertentu. Menyatukan benang merah dari berbagai “kode” ini bukanlah pekerjaan mudah.

Dalam buku ini, Brenda Ralph Lewis menjadi yang pertama merangkai ribuan tahun tradisi pembajakan ke dalam satu sajian yang jelas. Dia merangkum aturan-aturan dan kenyataan hidup di atas kapal bajak laut, sambil mengupas makna sesungguhnya dari pepatah lama “kehormatan di antara pencuri”.

Lewat tulisannya, pembaca diajak menelusuri kisah bajak laut Aegea kuno, para Brethren of the Coast abad ke-17 yang menginspirasi Pirates of the Caribbean, hingga perompak modern yang beraksi di Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Buku ini terbit dalam bahasa Indonesia tahun 2017 berjudul Bajak Laut: Dari Blackbeard hingga Perompak Somalia

Sea Queens: Woman Pirates Around the World (2010) karya Jane Yolen

Ilustrasi buku./Foto amazon.com

Tahun 1963, Jane Yolen menerbitkan Pirates in Petticoats—sebuah buku yang lahir dari rasa penasaranya pada sosok perempuan bajak laut. Saat itu, informasi tentang perempuan yang mencari nafkah dari menjarah di laut nyaris tak terdokumentasi. Puluhan tahun berlalu, para peneliti menemukan banyak jejak baru, dan Jane, yang masih terpikat oleh dunia ini, kembali menyusuri kisah para perompak perempuan.

Pembaca diajak berkenalan dengan tokoh-tokoh legendaris seperti Artemisia, laksamana perempuan dari Persia yang berlayar di antara tahun 500–480 SM. Kehebatannya membuat kepalanya dihargai 10.000 drachma. Ada pula Rachel Wall, yang kabur dari rumah demi kebebasan, lalu berubah menjadi pembajak kejam yang meneror pesisir Atlantik Amerika—hingga akhirnya digantung atas perbuatannya. Dan tentu saja Grania O’Malley, putri kepala suku Irlandia yang berulang kali ditangkap oleh Inggris, namun selalu berhasil bebas untuk kembali membajak lautan.

Selain mereka, masih ada sepuluh nama lain yang kisahnya tak kalah menegangkan: bertempur di geladak kapal, menyamar demi mengelabui musuh, dan menorehkan jejak di sejarah maritim.

Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut (2009) karya Adrian B. Lapian

Ilustrasi buku./Foto komunitasbambu.id

Buku setebal 390 halaman ini adalah disertasi Adrian B. Lapian. Buku ini menjadi sumber pengetahuan penting tentang keperkasaan bahari Nusantara di Laut Sulawesi pada abad ke-19. Selama ini, sejarah maritim Indonesia kerap berhenti pada kisah megahnya armada Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan internasional, atau kejayaan laut Majapahit. Padahal, di balik itu, tersimpan cerita lain yang tak kalah menarik—tentang bajak laut dan sepak terjang mereka di perairan Nusantara.

Keunikan buku ini tak hanya terletak pada topik yang jarang dibahas, tetapi juga pada sudut pandangnya. Disertasi yang menjadi dasar penulisannya dituntaskan Adrian pada 1980, ketika penelitian soal bajak laut lokal masih minim.

Adrian membagi objek bahasan buku menjadi tiga, orang laut—kelompok nomaden yang hidup berpindah-pindah di perahu, mendiami wilayah perairan tertentu, raja laut—penguasa wilayah laut, berhak menggunakan kekerasan terhadap siapa pun yang masuk tanpa izin, dan menegakkan aturan di wilayahnya, dan bajak laut—pelaut yang melakukan kekerasan di wilayah kekuasaan raja laut atau mengganggu kehidupan orang laut. Mereka bukan bagian dari masyarakat orang laut, tidak menjadi bawahan kerajaan pribumi, dan tak terikat pada kekuatan kolonial. Bajak laut bergerak untuk kepentingan sendiri atau pemimpinnya.

Dengan riset mendalam dan pendekatan yang kritis, buku ini membuka cakrawala baru: bahwa sejarah maritim Indonesia bukan hanya soal armada kerajaan yang gemilang, tetapi juga tentang pergulatan di laut antara penguasa, masyarakat pesisir, dan mereka yang memilih hidup di bawah bendera hitam.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan