Ekor kucing bukan sekadar anatomi tubuh, tapi juga bahasa emosi.
Ekor kucing sangat fleksibel, berkat anatominya yang unik. Ekornya terdiri dari 18 hingga 23 tulang kecil, yang dikenal sebagai vertebra kaudal—yang saling terkait seperti rantai, memungkinkan dapat bergerak ke berbagai arah.
Anda mungkin sering memperhatikan ekor kucing bergerak ke berbagai arah, mulai bergoyang ke kiri dan kanan, berdiri posisi tegak, atau ditekan hingga ke tanah. Ternyata, perilaku kucing menggunakan ekornya adalah bagian dari sistem bahasa tubuh yang lebih luas untuk mengomunikasikan beragam emosi.
Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Behavioural Brain Research (1998), kucing menggunakan ekornya untuk menyesuaikan keseimbangan selama pergerakannya terganggu. Profesor perilaku hewan di Pennsylvania University, Carlo Siracusa dalam National Geographic mengatakan, kucing yang sedang tidur siang dengan ekor yang mengetuk-ngetuk menggambarkan dia sedang santai, tetapi memperhatikan sesuatu yang terjadi di sekelilingnya—suara atau gerakan.
“Jika kucing benar-benar terlelap, ekor yang bergerak bisa berarti dia sedang bermimpi,” kata Siracusa.
Lebih jauh, ketika kucing mengalami emosi, otaknya mengirimkan sinyal ke otot-otot di ekor lewat saraf pundendal—saraf yang menghubungkan otot-otot ekor ke sistem saraf pusat.