FOMO dan kecanduan ponsel pada gen Z 

FOMO ialah salah satu faktor utama penyebab banyak remaja mempertontonkan aksi phubbing atau phone snubbing di ruang publik.

Ilustrasi kecanduan media sosial. Alinea.id/Aisya Kurnia

Istilah fear of missing out (FOMO) muncul dan tenar seiring kelahiran media sosial Facebook pada 2004 silam. Sejumlah riset membuktikan, FOMO terutama mula-mula diderita generasi milenial. Namun, belakangan FOMO juga jadi penyakit sosial yang menjangkiti generasi Z atau mereka yang lahir pada periode 1997-2012. 

Pada awalnya FOMO hanya terminologi untuk menyederhanakan kegelisahan atau kecemasan akan kehilangan momen penting. Belakangan, FOMO telah menjadi fenomena yang mengubah cara kita berinteraksi, berbagi, dan bahkan memandang diri sendiri. FOMO telah menemukan tempatnya dalam kehidupan modern yang serba terhubung.

Dalam riset terbaru yang terbit Australian Journal of Psychology, Mei 2023, psikolog Danielle Einstein dan koleganya menemukan bahwa perasaan FOMO juga rentan dialami para pengguna media sosial aktif dari kalangan anak muda dan remaja. 

"Remaja ingin merasa bahwa mereka diterima di sebuah kelompok dan itu berarti punya pengalaman atau bisa tertawa pada lelucon yang sama. Bagi anak muda, banyak pengalaman itu terjadi secara online, sehingga mereka khwatir bakal kelewatan sesuatu dan tertinggal," kata Einstein seperti dikutip dari Medical Xpress

Pada risetnya, Einstein menyurvei 960 siswa berusia 12-16 tahun. Sebanyak 25% responden mengaku menggunakan media sosial 4 kali sehari. Sekitar 21% menyatakan membuka media sosial 10 kali sehari dan 18% mengaku mengintip media sosial lebih dari 10 kali sehari. Sisanya melapor menggunakan media sosial secara konstan setiap harinya.