Grotesk: Ungkapan kejujuran Natisa Jones

Tubuh manusia adalah pokok yang terus-menerus dibongkar Natisa lewat karyanya. Baginya, seni bukanlah tentang bakat, melainkan obsesi.

Natisa Jones menjelaskan pada pengunjung soal proses kreatifnya saat berkarya. (Saumi/ Alinea)

Bagi seniman visual lulusan Melbourne Institute of Technology (RMIT) Natisa Jones (29), melukis adalah cara untuk mengungkapkan perasaannya. Itu bahkan menjadi kebutuhan sehari-hari, karena sebagian besar hidupnya telah digunakan untuk menggambar. Kemana pun pergi, perempuan asal Jakarta itu akan selalu membawa buku sketsa. Tujuannya untuk berjaga-jaga jika ide menggambar terlintas tiba-tiba.

Sejak usianya menginjak lima tahun, seniman yang karyanya banyak dipamerkan di Amsterdam dan Bali ini, telah mulai menggambar. “Sejak kecil saya sudah mendokumentasikan apa yang ada di sekeliling saya. Saya memproses dunia lewat menggambar, untuk mengerti apa yang ada di dunia saya,” kata Natisa dalam pameran tunggalnya 'Grotesk' di Salihara, Jakarta Selatan.

Seiring bertambahnya usia, ia perlahan beralih melukis ke medium yang lebih besar. Seringkali saat melukis, ia tak memiliki rencana. Semua lukisannya dikerjakan secara spontan, tak ada yang dikonsepkan terlebih dahulu.

Menggambar baginya adalah proses penyembuhan dan terapi akan kecamuk batinnya. “Menggambar jadi bahasa saya sendiri saja, bagaimana kalau saya menarik garis ke sini, itu rasanya seperti apa,” ucapnya.