Salah satu tantangan utama dalam pengasuhan terkait AI adalah minimnya penelitian ilmiah tentang dampak teknologi ini terhadap perkembangan anak.
Ketika kecerdasan buatan (AI) berkembang begitu pesat dan mulai menyusup ke setiap sisi kehidupan, para orang tua di seluruh dunia dihadapkan pada dilema besar: apakah mereka harus melindungi anak-anak dari teknologi yang belum sepenuhnya dipahami, atau justru membekali mereka sedini mungkin untuk menghadapi masa depan yang tak terelakkan?
Ketidakpastian ini menciptakan ketegangan tersendiri—antara rasa takut dan rasa tanggung jawab, antara kesiapan dan kekhawatiran.
Perkembangan kecerdasan buatan generatif telah melahirkan kecemasan baru di kalangan orang tua. Banyak yang merasa terjebak di antara ketakutan terhadap hal yang belum diketahui dan kekhawatiran bahwa anak-anak mereka akan tertinggal dalam persaingan global.
“Sangat sulit untuk memprediksi apa pun dalam lima tahun ke depan,” ujar Adam Tal, seorang eksekutif pemasaran asal Israel sekaligus ayah dari dua anak laki-laki berusia tujuh dan sembilan tahun.
Tal mengaku sangat khawatir terhadap dampak jangka panjang teknologi ini. Mulai dari ancaman deepfake, kesulitan membedakan realitas dari simulasi AI, hingga potensi risiko lain yang belum mereka pahami atau siap deteksi. “Ada ribuan kemungkinan ancaman baru yang saya bahkan tidak terlatih untuk mendeteksinya,” kata Tal.