Kisah para penyuka sesama di ibu kota

Kelompok LGBT bisa leluasa berkumpul di ruang publik lantaran warga kota sudah menyadari kedudukan, hak, dan kewajibannya.

Masih banyak sentimen negatif yang dilekatkan publik kepada kaum LGBT. /Pixabay.com.

Sore itu, saya bertemu dengan seorang kawan, FZ, di kedai kopi waralaba asal Amerika Serikat di sebuah pusat perbelanjaan bilangan Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Di sini, dia mengenang lokasi di mana dia kerap berkumpul dengan kawan-kawan sukarelawan Q! Film Festival (Q Fest) dahulu.

Q Fest merupakan organisasi yang memiliki kegiatan memutar film bertema kelompok seksual minoritas setahun sekali di Jakarta, dan kota-kota besar lainnya. Pada 2015 hingga 2017, FZ aktif di organisasi ini.

Anggota aktif di Q Fest adalah kelompok LGBT—lesbian, gay, biseksual, transgender. Q Fest beraktivitas sejak 2002 lalu.

“Tapi, sekarang sudah enggak aktif. Q Fest juga sudah berhenti,” kata FZ.

Seketika, ingatan saya kembali ke tahun 2010, sewaktu masih berkuliah di Yogyakarta. Ketika itu, saya meliput aksi unjuk rasa salah satu organisasi masyarakat yang menolak pelaksanaan Q Fest.