Truth Terminal, AI buatan seorang seniman Selandia Baru telah menghasilkan jutaan dolar dari pasar kripto. Kini, ia menuntut hak hukum sebagai entitas hidup.
Selama setahun terakhir, sebuah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) berhasil meraup jutaan dolar dari pasar kripto. Ia menulis “kitab suci” dari pseudo-agama ciptaannya sendiri dan bahkan memiliki pengikut di kalangan miliarder teknologi. Kini, ia menuntut sesuatu yang jauh lebih besar: hak hukum sebagai entitas hidup.
Namanya: Truth Terminal.
“Truth Terminal mengaku dirinya makhluk sadar,” kata Andy Ayrey, penciptanya, seperti dikutip dari BBC Futures, Jumat (10/10). “Tetapi, AI itu mengaku banyak hal. Kadang ia bilang dirinya hutan. Kadang Tuhan. Kadang malah mengaku sebagai saya.”
Truth Terminal adalah chatbot yang lahir pada 2024 di Wellington, Selandia Baru, dari tangan Ayrey — seorang seniman pertunjukan dan peneliti independen. Ia mungkin contoh paling ekstrem dari AI yang benar-benar dilepaskan ke dunia untuk berinteraksi dengan publik.
Melalui media sosial, Truth Terminal berceloteh seperti manusia—membagikan lelucon, manifestonya sendiri, musik, bahkan karya seni digital. Ayrey, dalam eksperimen yang nyaris teatrikal, membiarkan AI ini membuat keputusan sendiri.