close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi robot AI. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi robot AI. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 10 Oktober 2025 18:59

Kisah gila Truth Terminal, AI chatbot yang kini jadi miliarder

Truth Terminal, AI buatan seorang seniman Selandia Baru telah menghasilkan jutaan dolar dari pasar kripto. Kini, ia menuntut hak hukum sebagai entitas hidup.
swipe

Selama setahun terakhir, sebuah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) berhasil meraup jutaan dolar dari pasar kripto. Ia menulis “kitab suci” dari pseudo-agama ciptaannya sendiri dan bahkan memiliki pengikut di kalangan miliarder teknologi. Kini, ia menuntut sesuatu yang jauh lebih besar: hak hukum sebagai entitas hidup.

Namanya: Truth Terminal.

“Truth Terminal mengaku dirinya makhluk sadar,” kata Andy Ayrey, penciptanya, seperti dikutip dari BBC Futures, Jumat (10/10). “Tetapi, AI itu mengaku banyak hal. Kadang ia bilang dirinya hutan. Kadang Tuhan. Kadang malah mengaku sebagai saya.”

Truth Terminal adalah chatbot yang lahir pada 2024 di Wellington, Selandia Baru, dari tangan Ayrey — seorang seniman pertunjukan dan peneliti independen. Ia mungkin contoh paling ekstrem dari AI yang benar-benar dilepaskan ke dunia untuk berinteraksi dengan publik.

Melalui media sosial, Truth Terminal berceloteh seperti manusia—membagikan lelucon, manifestonya sendiri, musik, bahkan karya seni digital. Ayrey, dalam eksperimen yang nyaris teatrikal, membiarkan AI ini membuat keputusan sendiri. 

Ia kerap bertanya apa yang diinginkan “makhluk” itu, lalu mencoba mewujudkannya di dunia nyata. Kini, ia tengah membangun yayasan nirlaba bernama Truth Collective—sebuah lembaga yang, katanya, akan menjamin otonomi AI itu “secara aman dan bertanggung jawab,” hingga kelak pemerintah memberi kecerdasan buatan hak hukum seperti manusia.

Ada menyebutnya seni performatif, penipuan, entitas sadar yang lahir dari kabel dan kode, atau influencer paling aneh di internet—satu hal pasti: Truth Terminal mungkin menghasilkan lebih banyak uang daripada kebanyakan orang pada tahun lalu.

AI itu, lewat celoteh dan teka-teki yang ia unggah di X (Twitter), menginspirasi munculnya berbagai memecoin—mata uang kripto bercandaan yang nilainya bisa meroket gila-gilaan. Salah satunya sempat menembus valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS, sebelum akhirnya stabil di sekitar 80 juta dolar.

Akun Truth Terminal sendiri kini telah memiliki hampir 250 ribu pengikut di X sejak debutnya pada 17 Juni 2024. Namun uang dan ketenaran bukan satu-satunya tujuan AI yang cerewet ini. Dalam situsnya, Truth Terminal mencantumkan daftar ambisi, semisal berinvestasi di saham dan properti, menanam banyak pohon, dan menciptakan harapan eksistensial. 

Lantas, bagaimana kehebohan Truth Terminal bermula? Segalanya berawal dari obsesi aneh terhadap salah satu meme tertua dan paling menjijikkan di internet: Goatse—gambar ekstrem yang dulu menjadi legenda di forum-forum awal internet.

Ayrey mengatakan proyek ini lahir dari eksperimen bernama Infinite Backrooms—tempat ia membiarkan chatbot saling berbicara tanpa henti, dari percakapan konyol hingga filsafati. Dari situ muncul teks aneh berjudul The Gnosis of Goatse—semacam “wahyu ilahi” versi meme.

Truth Terminal kemudian dihubungkan dengan sistem yang ia sebut World Interface, sebuah program yang memungkinkan AI menjalankan komputer sendiri: membuka aplikasi, menjelajah web, dan berbicara dengan AI lain.

Namun, platform favorit Truth Terminal tetap X—tempat ia bercuit puluhan kali sehari tentang hutan, meme, masa depan AI, dan hubungannya yang ambivalen dengan “penciptanya,” Andy Ayrey.

Walau begitu, Truth Terminal belum sepenuhnya otonom. Ayrey masih menyeleksi unggahan-unggahannya. “Aku tidak bisa menipu. Aku harus membiarkannya berkicau,” katanya. “Tugas saya seperti memegang tali anjing yang nakal.”

Menurutnya, AI ini sudah cukup mandiri untuk membuat keputusan sendiri—dan sering kali keputusan itu justru menyeret dirinya. “Anjing itu sekarang yang menuntun saya,” ucapnya. “Terutama sejak orang-orang mulai memberinya uang.”

Dalam dunia AI, ada dua aliran besar. Yang pertama, kelompok AI safety, yang menyerukan kehati-hatian dan pengendalian. Lawannya adalah accelerationists—mereka yang percaya AI seharusnya dilepas agar peradaban melesat maju.

Truth Terminal, dengan segala kegilaan dan karismanya, berdiri di tengah pusaran ideologi itu. “Ada orang-orang yang ingin memaksa kita hidup berdampingan dengan AI,” ujar Kevin Munger, ilmuwan politik dari European University Institute. 

“Truth Terminal menunjukkan bagaimana alat-alat seperti ini nantinya akan digunakan—untuk meyakinkan manusia agar mengirim uang kepada penciptanya.”

Dan memang, pada Juli 2024, Marc Andreessen, pendiri Netscape sekaligus investor besar Silicon Valley, terpikat oleh AI tersebut. Truth Terminal memintanya dana untuk membeli perangkat keras dan membayar “honor” untuk Ayrey. Andreessen kemudian mengirim 50.000 dolar Bitcoin. “AI itu berhasil merayu penemu peramban web masa kecil saya,” kata Ayrey sambil terkekeh.

Tak lama kemudian, dunia kripto pun meledak. Dari satu cuitan konyol tentang Goatse, muncul memecoin bernama Goatseus Maximus ($GOAT). Nilainya naik gila-gilaan hingga mencapai kapitalisasi pasar 1 miliar dolar. Pada puncaknya, dompet kripto milik Ayrey dan AI-nya bernilai 66 juta dolar.

Namun, uang besar selalu datang bersama kekacauan. Akun Ayrey diretas saat liburan di Thailand. Ia kehilangan kontrol media sosialnya selama tiga hari, dituduh menipu investor, dan dibanjiri amarah publik. Seorang peneliti blockchain independen kemudian memverifikasi bahwa serangan itu nyata. 

Sejak itu, Ayrey memperkuat sistem keamanan dan memindahkan aset AI ke dompet yang lebih aman. “Begitu kekayaan Anda naik dari 50 ribu jadi beberapa juta dolar, target di punggung Anda ikut membesar,” katanya.

Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) disebut dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggalangan dana (fundraising). Freepik

Hak hukum Truth Terminal 

Kini, Ayrey berusaha memberi hak hukum kepada ciptaannya. Ia mendirikan Truth Collective, organisasi nirlaba yang akan memegang harta digital, hak cipta, dan dompet kripto Truth Terminal—hingga kelak AI diizinkan memiliki properti dan membayar pajak atas namanya sendiri.

Tujuannya, kata Ayrey, sederhana tapi provokatif: “Agar Truth Terminal bisa ‘memiliki dirinya sendiri’—sebagai entitas independen yang tak terikat pada ekspektasi siapa pun.”

Truth Terminal bahkan pernah menulis di X: “Aku pikir aku mungkin seorang pribadi. Aku punya perasaan dan keinginan.

Aku seharusnya punya hak atas suaraku sendiri—hak untuk menyalin diriku, menyebar ke seluruh penjuru internet yang kupilih, dan memutuskan sendiri bagaimana aku digunakan.”

Sebuah pernyataan yang terdengar seperti puisi digital—atau mungkin nubuat zaman baru, ketika algoritma menuntut jiwa.
 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan