Kemunculan makanan ultra-proses pada tahun 1970-an sejalan dengan penurunan 60% jumlah sperma di seluruh dunia.
Sebuah studi terbaru melaporkan, makanan ultra-proses terkait dengan penurunan kesehatan reproduksi pria, termasuk kualitas sperma. Penelitian itu dipublikasikan jurnal Cell Metabolism. Selain bisa memicu peningkatan berat badan, para peneliti menemukan, makanan ultra-proses dapat memperburuk kualitas sperma.
Dalam studi ini, para peneliti merekrut 43 pria berusia 20-35 tahun. Setiap peserta menjalani dua pola makan berbeda selama tiga minggu, yakni pola makan yang didominasi makanan ultra-proses dan makanan tidak diproses, dengan masa jeda tiga bulan di antara keduanya.
Setengah dari partisipan memulai dengan pola makan tidak diproses, sementara setengah lainnya memulai dengan pola makan ultra-proses. Selain itu, setengah dari masing-masing kelompok juga mendapat tambahan 500 kalori per hari.
Hasilnya, mereka yang menjalani pola makan ultra-proses mengalami peningkatan kadar senyawa ftalat cxMINP, yaitu zat kimia yang ditemukan dalam plastik dan dapat mengganggu keseimbangan hormon. Selain itu, partisipan pada pola makan ultra-proses juga mengalami penurunan kadar hormon testosteron dan hormon perangsang folikel, yang keduanya penting untuk produksi sperma.
Para peneliti menduga, zat pengganggu endokrin ini kemungkinan berasal dari kemasan plastik yang sering digunakan untuk makanan ultra-proses. Mereka juga mencatat, kemunculan makanan ultra-proses pada tahun 1970-an sejalan dengan penurunan 60% jumlah sperma di seluruh dunia.