close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi makanan ultra-proses./Foto  2SIF/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi makanan ultra-proses./Foto 2SIF/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Rabu, 17 September 2025 09:26

Mengonsumsi makanan ultra-proses bisa merusak kesehatan reproduksi pria

Kemunculan makanan ultra-proses pada tahun 1970-an sejalan dengan penurunan 60% jumlah sperma di seluruh dunia.
swipe

Sebuah studi terbaru melaporkan, makanan ultra-proses terkait dengan penurunan kesehatan reproduksi pria, termasuk kualitas sperma. Penelitian itu dipublikasikan jurnal Cell Metabolism. Selain bisa memicu peningkatan berat badan, para peneliti menemukan, makanan ultra-proses dapat memperburuk kualitas sperma.

Dalam studi ini, para peneliti merekrut 43 pria berusia 20-35 tahun. Setiap peserta menjalani dua pola makan berbeda selama tiga minggu, yakni pola makan yang didominasi makanan ultra-proses dan makanan tidak diproses, dengan masa jeda tiga bulan di antara keduanya.

Setengah dari partisipan memulai dengan pola makan tidak diproses, sementara setengah lainnya memulai dengan pola makan ultra-proses. Selain itu, setengah dari masing-masing kelompok juga mendapat tambahan 500 kalori per hari.

Hasilnya, mereka yang menjalani pola makan ultra-proses mengalami peningkatan kadar senyawa ftalat cxMINP, yaitu zat kimia yang ditemukan dalam plastik dan dapat mengganggu keseimbangan hormon. Selain itu, partisipan pada pola makan ultra-proses juga mengalami penurunan kadar hormon testosteron dan hormon perangsang folikel, yang keduanya penting untuk produksi sperma.

Para peneliti menduga, zat pengganggu endokrin ini kemungkinan berasal dari kemasan plastik yang sering digunakan untuk makanan ultra-proses. Mereka juga mencatat, kemunculan makanan ultra-proses pada tahun 1970-an sejalan dengan penurunan 60% jumlah sperma di seluruh dunia.

“Studi ini memberikan bukti bahwa konsumsi makanan ultra-proses berbahaya bagi kesehatan kardiometabolik dan reproduksi, terlepas dari kelebihan asupan kalori,” tulis para peneliti.

Menurut ahli urologi sekaligus Direktur Center for Male Reproductive Medicine and Vasectomy Reversal di Los Angeles, Amerika Serikat, Philip Werthman, temuan ini membuktikan jenis makanan yang dikonsumsi lebih penting daripada jumlah kalorinya.

“Masalahnya bukan pada jumlah kalori yang Anda konsumsi, tetapi jenis kalori yang Anda dapatkan,” kata Werthman kepada Healthline.

Presiden KAK Consulting sekaligus ahli gizi di Departemen Kesehatan dan Pencegahan Cleveland Clinic, Kristin Kirkpatrick mengatakan, temuan ini memberikan pesan yang jelas.

“Studi ini menemukan, zat pengganggu endokrin dan komponen lainnya dapat mengubah kadar hormon pada pria, bahkan jika pria tersebut sehat,” kata Kirkpatrick kepada Healthline.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan, makanan ultra-proses menyumbang rata-rata 55% dari total kalori yang dikonsumsi oleh masyarakat di Amerika Serikat. Orang di bawah usia 19 tahun cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan ultra-proses.

CDC menjelaskan, makanan ultra-proses biasanya rasanya sangat menggugah selera, padat energi namun rendah serat, hampir tidak mengandung bahan makanan utuh, serta tinggi garam, pemanis, dan lemak tidak sehat. Beberapa sumber kalori utama dari makanan ultra-proses termasuk sandwich dan burger, kue manis, minuman manis, dan camilan gurih.

Werthman menambahkan, kesehatan umum seorang pria juga memengaruhi sistem reproduksinya. Misalnya, jika seseorang mengalami penambahan berat badan, diabetes tipe 2, atau peningkatan kolesterol, maka kualitas sperma dan kesehatan reproduksinya juga dapat menurun.

“Sistem reproduksi adalah cerminan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan,” ujar Werthman. “Sistem reproduksi sangat sensitif.”

Namun, profesor urologi di Standford University, Michael Eisenberg memberikan sedikit catatan kehati-hatian terkait kesimpulan studi ini.

“Meskipun tidak ada yang mencapai signifikansi statistik, terlihat adanya penurunan kualitas semen ketika data keseluruhan dianalisis,” kata Eisenberg. “Namun, perlu dicatat, intervensi ini hanya berlangsung selama tiga minggu, sementara satu siklus produksi sperma biasanya membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan.”

Sementara itu, Kirkpatrick menjelaskan, salah satu alasannya adalah jenis makanan sehat yang tidak dikonsumsi ketika orang terlalu banyak makan makanan ultra-proses. Werthman menegaskan, pola ini sudah sangat jelas.

“Studi ini kembali menegaskan, industri makanan telah meracuni kita selama 20 hingga 30 tahun terakhir,” katanya. “Dan sekarang kita melihat dampaknya.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan