Makna di balik sarung Ma'ruf Amin

Sarung identik dengan kaum Nahdliyin sejak dahulu. Ma'ruf Amin menerapkan cara berpakaian seperti itu.

Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Maruf Amin memberikan pidato politiknya kepada relawan Jokowi-Maruf Amin saat kampanye di Desa Cigugur Girang, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (20/1). /Antara Foto.

Di antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertarung pada pemilihan umum (pemilu) April 2019 mendatang, cara berbusana Ma’ruf Amin paling menonjol. Ke manapun dan di manapun, Ma’ruf tak melepaskan sarungnya. Bahkan, ketika debat capres-cawapres 17 Januari 2019 lalu, Ma’ruf tetap memakai sarung.

Dalam keseharian, kita pun kerap melihat orang memakai sarung. Bukan hanya untuk salat, tapi saat santai atau beraktivitas di lingkungan rumah.

Guru besar Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sukron Kamil mengatakan, keberadaan sarung tak bisa lepas dari pengaruh budaya India yang masuk membawa agama Hindu sekitar abad ke-4.

Penggunaannya dalam tradisi agama Hindu bisa dilihat dalam masyarakat Hindu di Bali kini, yang sehari-hari masih mengenakan sarung.

“Coba lihat India, hingga detik ini (masyarakatnya) masih pakai sarung. Demikian juga kalau Anda lihat orang Hindu di Bali yang ke sawah, sembari mengurus anak babi pakai sarung,” kata Sukron saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (18/1).