Mendadak AI: Bagaimana ChatGPT cs mengubah keseharian gen Z

Perlu ada regulasi untuk memastikan gen Z tak kecanduan AI, kehilangan kreativitas dan daya kritis.

Ilustrasi pengguna AI dari generasi Z. Alinea.id/Firgie Saputra

Sejak pertama kali mengenal ChatGPT pada akhir tahun lalu, Novi langsung "jatuh cinta". Sebagai pegawai yang ditugasi mengontrol akun media sosial di sebuah perusahaan di Jakarta Barat, ia merasa chatbot berbasis teknologi artificial intelligence (AI) jadi teman diskusi yang asyik dan bisa diandalkan dalam membantu pekerjaan sehari-harinya.  

"Enggak kebayang deh kalau enggak ada itu (ChatGPT). Waktu itu kan gue juga baru masuk kerja dan enggak punya pengalaman nulis-nulis di medsos gitu. Ya, curhat di medsos kan sering, tapi kan beda sama nulis buat akun resmi," kata perempuan yang tak mau menyebut nama lengkap itu saat berbincang dengan Alinea.id, belum lama ini. 

Saat ini, Novi ditugasi mengelola akun Twitter dan Instagram milik perusahaan tempatnya bekerja. ChatGPT membantu dia menuliskan narasi-narasi promosi dan memperbaiki kesalahan pengejaan dalam konten-konten narasi tersebut. 

"Jadi, tinggal instruksiin aja. Ya, sesekali kita ngecek juga bener atau enggak itu yang udah diperbaiki. Sejauh ini, sih ngebantu banget buat gue. Apalagi kalau, misalnya, harus produksi cepet kan," ujar dara berusia 23 tahun itu. 

Tak hanya pekerjaan, menurut Novi, ChatGPT juga jadi teman berbincang yang serba tahu. Di sela-sela pekerjaan, ia bahkan kerap bertanya mengenai hal-hal yang sifatnya personal. Suatu waktu, ia pernah menanyakan tipe zodiak yang cocok dengannya sebagai pasangan.