Ocean’s 8: Kegagalan gimmik “gender flapping”

Tak semua usaha mem-perempuan-kan spin-off film akan semulus film aslinya. Ini adalah salah satu contoh produk gagal yang saya maksudkan.

"Ocean's 8" (2018)./ IMDB

“Cowok diperhatikan orang, cewek enggak.”

Kurang lebih itu yang diucapkan Debbie Ocean (Sandra Bullock), mantan residivis yang berjibaku menyusun tim baru, dengan seluruh perempuan sebagai anggotanya. Lepas dari kekecewaannya dikhianati mantan teman prianya, Claude Becker (Richard Armitage), yang menjebloskannya ke bui, Debbie kukuh, formasi perempuan yang ia susun akan menemui kesuksesan. Lain cerita, jika squad yang dibentuk berisi kumpulan pria-pria dungu yang ia benci.

Kesuksesan, bagi legasi perampok kasino legendaris Ocean ini, jadi harga mutlak. Pasalnya, selain ingin membuktikan, ia bisa balik mengirim balik mantan kekasih ke penjara, perkara mencuri Toussaint, kalung berlian senilai US$150 juta relatif sulit. Oleh karena itu, strategi yang ia susun masak-masak selama lima tahun mendekam di bui, butuh perempuan sebagai aktor utama.

Di awal film, Debbie meyakinkan sahabatnya, tukang oplos minuman alkohol Lou (Cate Blanchett), proyek perampokan di Met Gala ini akan berhasil. Adegan berikutnya mudah ditebak. Sejumlah perempuan badass direkrut, dengan berbagai keahliannya. Ya, film besutan sutradara Gary Ross ini memang total menjiplak trilogi perampokan Ocean, yang mashur di awal 2000-an tersebut. Pembedanya, lagi-lagi hanya jenis kelamin yang bermain sebagai pelaku perampokan.

Bukannya saya misoginis, tapi penunjukkan pemain kaliber dunia nan berpenampilan mewah ini, eksekusinya terasa biasa saja. Memang, dalam penokohan, saya sedikit terhibur. Misalnya, Sandra Bullock yang kadar ketenangannya level mumpuni, Cate Blanchett dengan lagak semau gue. Lalu ada Helena Bonham Carter yang bermain sebagai Rose Weil, desainer tak laku dengan tingkah dan penampilan—yang seperti biasa—selalu eksentrik.