Dilema pengamen ondel-ondel: Hidup 'mengganggu', mati tak mau

Budaya ondel-ondel kian marak dieksploitasi sebagai alat mencari duit.

Ondel-ondel kian marak digunakan jadi sekadar alat mencari duit. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Irama musik terdengar nyaring dari gerobak yang didorong Kapaw tak jauh dari pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (18/2) petang itu. Dari pelantang yang dipacak di gerobak, potongan lirik lagu “Salah Apa Aku” yang dipopulerkan band Ilir 7 terus berulang.

Seolah tak mau kalah dengan deru mobil dan motor di kawasan itu, Kapaw memasang musik kencang-kencang. Agar dilirik para pengguna jalan, irama musik-musik pop juga sengaja dipilih.

"Karena lagu ini kan lagi booming. Biar orang-orang pada tertarik lihat ondel-ondel kite,” kata Kapaw saat berbincang dengan Alinea.id di samping Gedung Bawaslu RI, seberang Mal Sarinah.

Bersama tiga rekannya, Kapaw bekerja sebagai pengamen ondel-ondel. Sore itu, Kapaw bertugas mendorong gerobak, sedangkan rekan-rekan lainnya bertanggung jawab menggendong ondel-ondel dan memungut sumbangan dari pengguna jalan. 

Sebagaimana mayoritas pengamen ondel-ondel yang lalu-lalang di berbagai ruas jalan di Jakarta, Kapaw dan rekan-rekannya berasal dari kampung ondel-ondel di kawasan Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat. Di sana, ia menggerakkan kelompok seni yang dinamai Sanggar Betawi Kram City.