Rampokan: Kisah gladiator harimau di Jawa

Kalah atau menang melawan kerbau, harimau pasti ditombak dalam tradisi rampokan.

Rampokan menjadi salah satu tontonan populer di Jawa pada abad ke-19. Acara ini juga disuguhkan untuk tamu pejabat Belanda. Ilustrasi ini dibuat antara 1883-1889. /Tropenmuseum/commons.wikimedia.org.

D.S bergegas, turun dari kereta yang sesak penumpang. Dia bersemangat ke alun-alun Surakarta, untuk menyaksikan pertarungan antara harimau melawan kerbau.

“Harimau berlari di sepanjang garis, kemudian lumpuh. Ternyata terluka parah. Darah mengalir dari tubuh bagian kanan dan cakar depan kanan. Dia berbaring, perlahan memutar punggungnya. Beberapa langkah menjauh dari kami. Dia berbaring lagi. Lima detik kemudian, hewan yang kuat itu telah berhenti hidup,” tulis D.S.

Pertarungan itu berlangsung kurang lebih sejam. D.S menyesal, tak bisa menyaksikan acara kedua, yang akan melepas harimau kumbang ke dalam gelanggang. Dia terpaksa meninggalkan tempat itu, untuk mengejar kereta ekspres.

Pengalaman D.S itu terbit dalam artikel berjudul “De Rampokan te Solo” di De Preangerbode edisi 7 April 1899.

D.S barangkali merupakan salah seorang “musafir”, seperti dikatakan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-Batas Pembaratan, yang tertarik menyaksikan rampokan.